Beberapa Hadits tentang Ijarah (Upah)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
hakikatnya, berbagai transaksi muamalah yang berlaku di mana saja berhubungan
dengan dua objek utama, yaitu benda material dan non-material, dan ada hak
milik pada objeknya. Dengan adanya kepemilikan tersebut, maka pemilik punya
izin dan wewenang untuk melakukan sesuatu terhadap objek itu guna memenuhi
kebutuhannya. Perbedaan nama dan cara bertransaksi, biasanya didasarkan pada
perbedaan objek dan perbedaan konsekuensi yang ditimbulkannya. Perbedaan itu,
selain berdasar objeknya, juga didasarkan pada ada atau tidaknya imbalan terhadap
objek transaksi itu.
Kepemilikan
objek material dengan pengganti atau imbalan, dalam fikih biasanya disebut
dengan jual beli. Kepemilikan terhadap terhadap objek material tanpa pengganti,
biasanya disebut dengan hibah. Kepemilikan objek non-material dengan pengganti,
biasanya disebut dengan ijâraħ.
Sedang kepemilikan objek non-material tanpa pengganti, biasanya disebut dengan 'âriyaħ.Dari
beberapa jenis transaksi tersebut, dalam bab ini secara sederhana akan dikupas
tentang ijâraħ .
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian ijarah menurut bahasa dan istilah?
2. Apa rukun ijarah ?
3. Apa saja rukun dan syarat ijarah?
4. Apa saja macam ijarah?
5. Apa saja hadist lain yang mebicarakn tentang ijarah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ijarah baik secara bahasa
maupun secara istilah.
2. Untuk mengetahui rukun ijarah.
3. Untuk mengetahui rukun syarat ijarah.
4. Untuk mengetahui macam-macam ijarah.
5. Untuk mengetahui hadist lain yang berkaitan tentang
ijarah beserta asbabul wurudnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti
upah, sewa jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan
muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia.
Secara
terminology ada beberapa definisi Al-ijarah yang dikemukakan oleh para ulama’.
Diantaranya:
Ulama’
hanafiyah
عقد على المنافع بعوض
“Transaksi terhadap
suatu manfaat dengan imbalan”
Ulama’
syafi’iyah
عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة
للبذل والإباحة بعوض معلوم
“Transaksi
terhadap suatu manfaat yang ditiju tertentu bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.”
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijâraħ adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan atas barang itu
sendiri. Transaksi ijâraħ didasarkan pada adanya perpindahan manfaat dan
. Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual beli. Perbedaan antara keduanya
dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada objek akad; di mana objek
jual beli adalah barang konkrit, sedang yang menjadi objek pada ijâraħ
adalah jasa atau manfaat, antara jual beli dan ijâraħ juga berbeda pada penetapan batas waktu, di mana pada jual
beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang
kepemilikan dalam ijâraħ hanya untuk
batas waktu tertentu. [1]
B. Dasar Hukum Ijarah
Para fuqaha sepakat
bahwa ijarah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara’, kecuali beberapa
ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan al-bashri,
Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena
ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad,
tidak bisa diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah
manfaat itu dapat dinikamati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak
ada pada waktu akad tidak boleh diperjualbelikan. Akan tetapi, pendapat tersebut
disanggah oleh ibn Rusyd, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum ada,
tetapi pada dasarnya akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta
perhatian serta pertimbangan syara’.
Dasar
hukum ijarah dari Al-Qur’an adalah
a. QS at-Thalaq ayat 6:
4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& (
“...Kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya [2].
b. Jabir
r.a menerangkan :
وعن جابر عن النبي صلي اللة علية
ؤالة وسلم قال ما من صا حب ا بل و لا بقر, ولا غنم, لا يودي حقها الا اقعد لها يو
م القيا مة بقا ع قر قر تطو ه ذ ا ت الظلف بظلفها, وتنطحه دات القر ن ليس فيها يومئذ
جما ء ولا مكسو ر ة القر ن قلنا يا رسو ل الله وما حقها ؟ قال, ا طر ا ق فحلها , واعا
ر ة و لو ها , و منحتها, و جلبها علي الما و حمل عليها في سبيل ا لله (رواه احمد و مسلم )
“Rasulullah SAW, bersabda: tak ada
seorang pemilik unta, lembu, kambing, biri-biri yang tidak menunaikan hak
binatang, melainkan didudukkan binatang itu pada hari kiamat di sebuah lapangan
yang sangat dingin, dia diinjak-injak oleh binatang berkuku dan ditanduk oleh
binatang bertanduk, dan pada hari itu tak ada tanduk yang patah. Kami bertanya
: Ya Rasulallah, apa hak binatang-binatang itu? Nabi menjawab : meminjamkan
tanduknya, meminjamkan embernya, dan memberikan untuk dimanfaatkan dan dibawa
ketempat yang berair serta dipinjaminnya untuk ditunggangi di jalan Allah”.
(H.R Ahmad dan Muslim : Al- Muntaqa II:394)
Ø Hadist
ini menyatakan keharusan kita meminjamkan hewan tanduk untuk membuhai hewan
betina milik tetangga.
c. Abu
Mas’ud r.a menerangkan :
وعن ا بي مسعو د, قا ل : كنا نعد
الما عو ن علي عهد ر سو ل ا لله صلي الله عليه و ا له و سلم عا ر ية الد لو و
ااقدر . رواه ابو دا ود
“Dimasa Rasulullah kami para sahabat menganggap alat rumah
tangga (kapak, ember, tali, belanga dsb) adalah barang-barang yang dapat
dipinjam”. (H.R Abu Daud : Al-Muntaqa II :394)
Ø Hadis
ini tidak dinyatakan cacat oleh Abu Daud, sedangkan Al- Mundziry memandangnya
hasan.
d. Abdul
Wahid ibn Aiman dari ayahnya menerangkan:
وعن عا ئشه , انها قالت : و عليها د
رع قطري, ثمن خمسة د ر ا هم , كا ن لي منهن درع علي عهد رسولالله صلي الله عليه وا
له و سلم , فما كا نت امرا ة تقين با لمر ينة , الا ارسلت الي تستعيره . رواه احمر
والبخاري
“Bahwasanya Aisyah r.a menerangkan saat
beliau mengenakan baju yang terbuat dari kapas tebal berwarna agak merah yang
berharga lima dirham. Dimasa Rasulullah aku mempunyai sebuah baju besi, karena
tidak ada perempuan di Madinah yang ingin berhias, melainkan ada orang yang
mengirimkan kepadaku dalam bentuk pinjaman”. (H.R. ahmad dan
Bukhari Al- Muntaqa II :394)
Ø Hadits
ini menyatakan bahwa meminjamkan akaian pengantin seperti kebiasaan yang
berlaku di dalam masyarakat di benarkan dan perlu di galakkan. [3]
C. Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun-rukun
dan syarat-syarat Ijarah adalah sebagai berikut:
1.
Mu’jir dan
Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah.
Mu’jir adalah yang memberikan upah yang menyewakan, Musta’jir adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan
bagi Mu’jir dan Musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf
(mengendalikan harta), dan saling meridhai.
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyarat mengetahui manfaat barang yang
diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan.
2.
Shighat ijab
kabul antar Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah,
ijab kabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu setiap hari
Rp 5.000,00”, maka musta’jir menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan
harga demikian setiap hari”.
Ijab kabul upah mengupah misalnya
seseorang berkata, “Kuserahkan kebun ini kepada mu untuk dicangkuli dengan upah
setiap hari Rp5.000,00”, kemudian Musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan
pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau ucapkan”.
3.
Ujrah,
disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa
maupun upah-mengupah.
4.
Barang yang disewakan atau sesuatau yang dikerjakan
dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa
syarat berikut ini.
Ø Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa
dan upah mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
Ø Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya
(khusus dalam sewa-menyewa).
Ø Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang
mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).[4]
D. Macam-macam Ijarah
Berdasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, maka ijarah dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian:
1. Ijarah ‘ala al-manafi’, yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat,
seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk
dipakai. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat mengenai kapan akad ijarah
ini dinyatakan ada. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, akad ijarah dapat
ditetapkan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Bahwa sewa tidak
dapat dimiliki oleh pemilik barang ketika akad itu berlangsung, melainkan harus
dilihat dulu perkembangan penggunaan manfaat tersebut.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ijarah ini
sudah tetap dengan sendirinya sejak akad ijarah terjadi. Menurut ulama tersebut
bahwa sewa dianggap menjadi milik barang sejak akad ijarah terjadi. karena akad
ijarah memiliki sasaran manfaat dari benda yang disewakan, maka pada dasarnya
penyewa berhak untuk memanfaatkan barang itu sesuai dengan keperluannya, bahkan
dapat meminjamkan atau menyewakan kepada pihak lain sepanjang tidak mengganggu
dan merusak barang yang disewakan.
Namun demikian ada akad ijarah ‘ala al’manafi yang
perlu mendapatkan perincian lebih lanjut, yaitu:
a. Ijarah al-‘ardh
(akad sewa tanah) untuk ditanami atau didirikan bangunan. Akad sewa tersebut
baru sah jika dijelaskan peruntukannya. Apabila akadnya untuk ditanami, harus
diterangkan jenis tanamannya, kecuali jika pemilik tanah (mu’jir)
memberi izin untuk ditanami tanaman apa saja.
b. Akad sewa pada binatang harus jelas
peruntukkannya, untuk angkutan atau kendaraan dan juga masa penggunaannya.
Karena binatang dapat dimanfaatkan untuk aneka kegiatan, jadi untuk menghindari
sengketa kemudian hari,harus disertai rincian pada saat akad.
2. Ijarah ‘ala al-‘amaalijarah,
yaitu ijarah yang obyek akadnya jasa atau pekerjaan, seperti membangun gedung
atau menjahit pakaian, akad ijarah ini terkait erat dengan masalah upah
mengupah. Karena itu, pembahasannya lebih dititikberatkan kepada pekerjaan atau
buruh (ajir).
Ajir
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu ajir khass dan ajir
musyatarak. Ajir khass adalah pekerja atau buruh yang melakukan
suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditetapkan, seperti
pembantu rumah tangga dan sopir. Ajir musyatarak adalah seseoarang yang bekerja
dengan profesinya dan tidak terikat o;eh orang tertentu. Dia mendapatkan upah
karena profesinya, bukan karena penyerahan dirinya terhadap pihak lain,
misalnya pengacara dan konsultan.
Menurut
kelompok hanafiyah dan Hanabilah bahwa ajir musyatrak sama dengan ajir khass
dalam tanggung jawabnya. Adapun menurut Malikiyah, ajir musytarak harus
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap rusak atau hilangnya benda yang dijadikan
obyek pekerjaannya.[5]
E.
Hadist
– Hadist Lain Tentang Ijarah dan Penjelasannya
Hadist
lain yang membahas tentang sewa menyewa tanah telah dijelaskan dalam sebuah
hadist Rasulullah SAW sbb:
عن سعيد بن المسيب عن سعد قا ل كنا نكري الا رض بما علي السوا قي من الزرع وما سعدبالما ء منها فنها نا رسول
الله صلي الله عليه وسلم عن ذلك وامر نا ان نكريها بذ هب او فضة
Diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dan Sa’ad bin
Abi Waqqash bahwa dia berkata : “Kami menyewakan tanah dengan tanaman yang
keluar darinya (maksudnya harga sewa adalah hasil dari tanah tertentu dari
tanah yang disewakan) dan dengan bagian yang dialiri air (maksudnya harga sewa
adalah hasil dari tanah yang dialiri air). Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam melarang kami untuk melakukan hal itu danbeliau memertahkan kepada
kami untuk menyewakananya dengan emas atau perak
Ada hadis yang lebih tegas lagi yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim
عن حنضلة بن قيس الا نصا ري قا ل سالت رافع
بن خديج عن كراء الارض بالذهب والورق فقال لا بئاس به انما كان النس
يواجرون علي عهد علذبي -صلي الله عليه وسلم- علي الماذينات واقبال الجداول واشياء من
الز زع فيهلك هذا ويسلم هذا و يهلك هذا فلم يكن للنا س كراء الا هذا فلذ لك زجر
عنه . فاما شيء معلوم مضمون فلا باء س به
Diriwaatkan dari Handolah bin Qois Al Anshori bahwa
dia berkata : “Aku bertanya kepada Rafi’ bin Khudaij tentang sewa menyewa tanah
dengan emas dan perak. Maka dia berkata : “Tidak apa-apa. Dahulu para manusia
saling menyewakan tanah pada masa sebelum Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dengan hasil tanah pada bagian yang dekat dengan air dan bendungan dan
dengan bagian tertentu dari hasil tanam, sehingga bagian di sini binasa dan di
bagian lain selamat, dan bagian ini selamat dan bagian lainnya binasa. Dan
manusia tidak melakukan sewa menyewa kecuali dengan model ini. Karena itulah
hal ini dilarang. adapun sewa menyewa dengan sesuatu yang jelas diketahui, maka
tidak apa-apa.
- Asbabul Wurud
Kedua hadis tersebut menjelaskan tentang mu’amalah
manusia pada zaman jahiliyah dan petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam untuk meninggalkannya dengan menggantinya yang lebih baik.
Pada masa jahiliyah jika seseorang menyewa tanah,
maka dia tidak perlu membayar uang pada waktu akan sewa, tetapi dia hanya
mensyaratkan bagian sekian persen dari hasil tanah tertentu (misalnya yang
sebelah utara, selatan, yang atas atau yang bawah, yang diseberang sungai atau
yang lainnya). Kemudian penyewa langsung menggarap tanah yang disewa sampai
panen dengan menyerahkan hasil yang sudah disepakati pada waktu akad. Inilah
yang dilarang oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan diganti dengan
harga yang jelas pada waktu akad sewa, yaitu dengan uang yang pada masa itu
adalah emas dan perak. [6]
Bunyi
hadis
عن
نا فع ان ابن عمر كا ن يكري مزا رعه علي عهد النبي صلي الله عليه وسلم وابي بكر و
عمر و عثما ن وصدرا من ا ما رة معا و ية , ثم حد ث (عن) رافع ابن خذ يج ان النبي
صلي الله عليه وسلم نهي عن كري (المزارع) فذ هب ابن عمر الي رافع (بن خد يج) ذ هبت
معه فساله فقا ل : نهي (النبي) صلي الله عليه وسلم عن كري ( المزارع)
Dari Nafi’ bahwa Ibnu umar dulu biasa menyewakan
ladang-ladangnya di zaman Nabi SAW, Abu Bakar , Umar , Usman, dan bahkan pada
awal pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian diceritakan dari Nafi’ Ibnu Khadij bahwa
Nabi SAW melarang menyewakan ladang-ladang tersebut, Ibnu Umar kemudian pergi
ke tempat Rafi’ bin Khadij, Maka saya (Nafi’) bersama Ibnu Umar pergi ketempat
Rafi’ untuk bertanya kepadanya :Nabi SAW pernah melarang menyewakan
ladang-ladang tersebut.” (H.R Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
عن ابن عمر قال : كنا نخا ولا نري بذ
لك باسا حتي زعم رافع ان رسول الله صلي الله عليه وسلم نهي عنه فتر كنا ه
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, beliau berkata: “Kami
dulu biasa menyewakan ladang (dengan akad mukharabah). Kami memandang hal itu
tidak apa-apa sampai kemudian Rafi’ berkata bahwa Rasulullah SAW melarang hal
itu, lalu kami meninggalkannya.
- Asbabul
Wurud
Diriwatkan oleh Imam Ahmad, al- Bukhari, Muslim dari
rafi’ bin khadij, beliau berkata: “ Kebanyakan kami, para penduduk Madinah adalah para petani. Kami dulu biasanya
menyewakan ladang-ladang di daerah tertentu. Setelah panen, sebagian hasilnya
diberikan kepada pemilik tanahnya. Kadang-kadang tanah yang kami sewakan
mendatangkan hasil dan kami pun mendapatkan bagian. Ladang kamipun diserahkan
kembali. Namun kemudian model penyewaan seperti iini dilarang, padahal waktu
itu uang emas dan perak belum ada.
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Urwah bin Zubair beliau
berkata : “ Zaid bin Tsabit berkata : semoga Allah SWT mengampuni Rafi’ bin
Khadij. Saya ( Zaid bin Tsabit) sungguh tahu mengenai hadis itu dibanding dia.
Dulu ada dua orang yang bertengkar datang kepada Nabi SAW, karena bertengkar
persewaan ladang tersebut. Maka Nabi SAW bersabda :
“kalau
memang begitu, maka janganlah kemu sekalian menyewakan ladang-ladangmu
tersebut”. Rafi’ mendengar ucapan Nabi SAW :
“janganlah
kalian menyewakan ladang-ladangmu”
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan an- Nasa’i dari Sa’id bin Abi Waqqash bahwa para
pemilik tanah pada zaman Nabi SAW biasnya menyewakan ladang-ladangnnya untuk
ditanami tanaman (seperti kurma atau gandum) dengan diberi air dari sungai.
Namun kemudian ternyata hal itu seringkali menyebabkan terjadinyya
persengkettaan diantara mereka. Mereka lalu mengdukan kepada Nabi SAW. Maka
beliau Nabi SAW melarang menyewakan ladang-ladang tersebut dan Nabi SAW
bersabda:
“sewakanlah
ladang-ladang tersebut dengan emas dan perak”[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
Ijarah
ialah pengambilan manfaat terhadap
benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah, serta tanpa
adanya kepemindahan kepemilikan.
Yang
menjadi dasar hukum Ijarah adalah Al-Qur’an, as – Sunnah dan Ijam’. Didalam
Al-Qur’an khususnya
didalam surat Az-Zukhruf: 32. Menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan
kepada sebagian manusia atas sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling
membantu antara satu dengan yang lainnya, salah satu caranya adalah dengan
melakukan akad ijarah (upah-mengupah), karena dengan akad ijarah itu sebagian
manusia dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dalam
salah satu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
Muhammad Saw bersabda yang Artinya :
“Berikanlah
upah pekerja sebelum keringatnya kering”. Hadits diatas menjelaskan tentang
ketentuan pembayaran upah terhadap orang dipekerjakan, yaitu nabi sangat
menganjurkan agar dalam pembayaran upah itu hendaknya sebelum keringatnya
kering atau selesai dilakukan. Dalam hal ini juga dapat dipahami bahwa Nabi
membolehkan untuk melakukan transaksi ijarah.
B.
Saran
Dengan demikian
segala hal yang berkaitan dengan Ijarah, terutama dalam pelaksanaanya harus
berdasarkan pada aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh Allah swt di dalam
Al-Qur’an, serta berdasarkan pada Sunnah-sunnah nabi dan ijma. Agar
kita semua terhindar dari hal-hal yang di larang dalam syari’ah islam.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Qomarul, 2011. Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Teras
Mas’adi,
Ghufron, 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Rajawali Pers
Sabiq, Sayyid, 2004. Fiqhus Sunnah, terjemah
Nor Hasanuddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara
Ash Ahiddieqy , Teungku Muhammad Hasbi, Koleksi
Hadis-hadis Hukum 7, Pustaka Riski Putra : Semarang
http://abdulr0z4k.blogspot.com/2012/03,
18/09/2013
http://ekonomiislamindonesia.blogspot.com/2012/11/hadis-tentang-ijarah-tanahqs-sewa-menyewa.html,
18/09/2013
Do you realize there is a 12 word phrase you can communicate to your man... that will induce intense feelings of love and impulsive attractiveness for you buried within his heart?
BalasHapusBecause deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, treasure and look after you with his entire heart...
12 Words Who Trigger A Man's Love Response
This impulse is so built-in to a man's mind that it will make him try harder than before to build your relationship stronger.
In fact, triggering this influential impulse is absolutely essential to achieving the best ever relationship with your man that as soon as you send your man a "Secret Signal"...
...You'll soon find him open his mind and soul to you in a way he never expressed before and he will recognize you as the only woman in the universe who has ever truly attracted him.