Perzinaan

DEFINISI ZINA

  1. Pengertian Zina
Kata zina berasal dari bahasa arab, yaitu  zanaa – yazni – zinaa-an yang berarti Atal mar-ata min ghairi ‘aqdin syar’iiyin aw milkin, artinya menyetubuhi wanita tanpa didahului akad nikah menurut syara’ atau disebabkan wanitanya budak belian.
Ibnu  Rusyd  mendefinisikan  zina  sebagai  setiap  persetubuhan  yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah, bukan karena semu nikah (subhat) dan bukan pula karena pemilikan (terhadap hamba). Secara garis besar pengertian ini telah disepakati oleh para ulama, meski mereka masih berselisih pendapat tentang manakah yang dikatakan syubhat (semu/mirip) yang menghindarkan hukuman had dan mana pula yang tidak menghindarkan hukuman tersebut.
Namun Imam Taqiyuddin memberikan definisi zina sebagai perbuatan persetubuhan dengan memasukan zakar ke dalam vagina dengan cara apapun yang diharamkan oleh syara’ dan bukan wath’i subhat. Sedangkan Sayyid Sabiq menggambarkan zina sebagai hubungan kelamin sesaat yang tidak bertanggung jawab.
Definisi zina yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam tersebut secara esensi tidak ada perbedaan yang signifikan, karena pada dasarnya perbuatan zina ada dua unsur yang harus terpenuhi yaitu;
a.   Adanya persetubuhan antar dua orang yang berlainan jenis.
b.   Adapun laki-laki atau perempuan tersebut tidak dalam ikatan yang sah.
Oleh karena itu apabila ada seorang laki-laki dan wanita yang bermesraan dan atau bertelanjang di atas tempat tidur belum bisa dikategorikan sebagai perbuatan zina. Di sini dibutuhkan pemeriksaan secara medis sebagai justifikasi apakah sudah terjadi zina atau belum.
Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.
Sedangkan As-syafi'iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.
Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh.
Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri. Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
Dalam hukum Islam, pembuktian perbuatan kriminal berupa perzinaan bisa dilakukan melalui tiga cara:
1.      Pengakuan dari Pelaku. Dengan syarat (pelaku saat menyatakan pengakuannya): sudah baligh, tdk gila, tdk mabuk, dn tdk dalam paksaan.
2.      Persaksian empat orang saksi laki-laki. (atau delapan orang perempuan/ dua org laki dan empat perempuan/ satu org laki-laki dan enam perempuan/ tiga org laki-laki dan dua perempuan).
3.      Kehamilan. dengan syarat: wanita yg hamil tdk diperkosa, sadar/ikhtiyar (pilihan).
Macam-macam zina
a.       Pezina al-Muhshân
Pezina yang pernah menikah (al-Muhshân) dihukum rajam (dilempar dengan batu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkan al-Qur`an, hadits mutawatir dan ijma’ kaum muslimin
b.      Pezina Yang Tidak al-Muhshân

Pelaku perbuatan zina yang belum memenuhi kriteria al-muhshân, maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan dibuang (di asingkan) selama 1 tahun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Akhlak Tasawuf (Pengertian tasawuf akhlaki,irfani dan Falsafi)

Beberapa Hadits tentang Ijarah (Upah)