Konstruk Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Khulafaur Rasyidin adalah empat orang khalifah
(pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus
kepemimpinan Nabi Muhammad setelah beliau wafat. Empat orang
tersebut adalah para sahabat dekat Nabi Muhammad
yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang
dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad.Selanjutnya pemerintah islam
dipimpin oleh empat orang sahabat terdekatnya. Kepemimpinan empat para sahabat
ini disebut khulafaur Rasyidin (para pengganti yang mendapat bimbingan ke jalan
yang lurus), empat khalifah tersebut adalah:
1.
Abu Bakar Ash-Shidiq 11-13H/ 637-634
M
2.
Umar bin Khathab 13-23 H/634-644 M
3.
Utsman bin Affan 23-35 H/644-656 M
4.
Ali bin Abi Thalib 35-40 H/656-661 M
Para khalifah tersebut menjalankan pemerintahan dengan bijaksana karena
dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad dan otoritas keagamaan
yang mereka miliki.Kekhalifahan awal ini secara politik didasarkan pada
komunitas muslim arab dan pada kekuatan kekuasaan bangsa arab yang berhasil
menundukkan imperium timur tengah .
Meskipun hanya berlangsung hanya 30 tahun,masa Khulafaur Rasyidin adalah
masa yang sangat penting dalam sejarah islam,Khulafaur Rasyidin berhasil
menyelamatkan islam.Dalam makalah yang sangat singkat ini,kami akan membahas
tentang ke Kekhalifahan periode Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar Bin Khattab.
PEMBAHASAN
A.
Konstruk sosial dan kepemimpinan
masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
1.
Asal usul
dan nasab Abu Bakar Ash-Shidiq
Abu Bakar Ash-Shidiq nama legkapnya Abdullah bin Abi Quhafah bin Amir bin Umar
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taimi bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ayyi bin Ghalib bin Fahrin
At-Taimi al-Qurasyi. Silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab, ia
lahir pada tahun 573M, dia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat
berpengaruh dan suku yang melahirkan banyak tokoh-tokoh besar yaitu suku
Quraisy, ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ah berasal dari suku Quraisy,
sedangkan Ibunya bernama Ummu al-Khahir Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad
bin Taym bin Murrah, garis keturunanya bertemu pada neneknya yaitu Ka’ab bin
Sa’ad [1].
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang
mempunyai nama Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama
al-Atiq dan Abdulah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW menjadi Abdullah
[2].
Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13
H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih
muda 2 tahun atau 3 tahun dari Nabi SAW. Diberi julukan Abu Bakar Ash-Shidiq
atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam
pertama kali dari kalangan sahabat. Sedangkan gelar As-Shidiq[3]
diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi
Muhammad SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj, nama al-Atiq karena
orang tua Abu Bakar Ash-Shidiq setiap melahirkan seorang anak laki-laki selalu
meninggal dan seketika lahirnya Abu Bakar Ash-Shidiq orangtuanya membawa ke
ka’bah meminta keselamatan agar Abu Bakar Ash-Shidiq dijaga dan diselamatkan,
maka oleh masyarakat di juluki al-Atiq yang mengandung makna selamat.
2.
Peristiwa Tsaqifah
Bani Sa’idah
Rasulullah wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang
akan menggantikannya [4].
Oleh karena itu, setelah Rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul
untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Sa’idah [5]
guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin umat Islam. Musyawarah
itu secara spontanitas diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap mereka itu
menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada yang lain,
dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam.
Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi
perpecahan diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon
pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin
Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah
genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari
kelompok mereka, sebab Muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan
dalam Islam sejak awal mula Islam. Sedang dipihak lain terdapat sekelompok
orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya
selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia
kemudian pergi ke kediaman Nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar
Ash-Shidiq . Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah
bin Jarroh. Setibanya di Tsaqifah Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan
besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang, melalui perdebatan dengan beradu
argumentasi .
Dengan tenang Abu Bakar Ash-Shidiq berdiri di tengah-tengah mereka,
kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa kaum Anshor bagi tujuan
Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi
keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti Muhammad sebagai Nabi
dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi
pidato Abu Bakar Ash-Shidiq itu tidak dapat meredam situasi yang sedang tegang.
Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. Kemudia Abu Ubaidah mengajak kaum
Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj
(Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat
sedikit terkendali.
Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada
dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko
apapun Abu Bakar Ash-Shidiq tampil ke depan dan berkata “Saya akan menyetujui
salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini, Umar bin Khattab dan Abu
Ubaidah”.Akan tetapi keduanya berkata “Tidak,kami tidak bisa lebih mengutamakan
kami sendiri dari pada anda dalam hal ini.Tidak diragukan,anda adalah orang
yang paling baik diantara kaum Muhajirin”.Kemudia Umar bin Khattab mengangkat
tangan Abu Bakar Ash-Shidiq dan mengucapkan baiat setianya kepada Abu Bakar. Dia tidak
memerlukan waktu lama untuk meyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu
Bakar Ash-Shidiq adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi
penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW[6].
Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat
menunjuk Abu Bakar Ash-Shidiq untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul
Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar Ash-Shidiq . Dia
adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan ia menjadi
pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping
itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat
Rasulullah sakit.
Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju
kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut
dinamakan baiat tsaqifah karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah.Abu Bakar kemudian berpidato sebagai
berikuat:
“Wahai
manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu,padahal aku bukanlah
orang yang terbaik diantara kalian, maka jika aku menjalankan tugasku denga
baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah maka luruskanlah, hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya.tetapi apabila
aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka kalian tidak perlu menaatiku”[7].
Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis dan
merupakan peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Sesuatu yang megikat
mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar
menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan
Khalifah dalam Islam.
3.
Sistem
politik Islam masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai Khalifah (pengganti Nabi) dan
maju mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat bergantung kepada pemegang
kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah,
merupakan bukti bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah bukan atas
kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan
terpilihnya Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah, maka mulailah beliau
menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan.
Pada masa
Abu Bakar kesatuan politik bangsa-bangsa Arab yang terpecah belah dibawah
beberapa kekuasan politik,telah dirancang untuk disatukan dibawah kekuasaan
negara Islam. Kesatuan ini menjadi sistem pemerintahan negara yang oleh bangsa
Arab sebelumnya tidak diperhatikan.
Selain
itu, Abu Bakar r.a juga telah merintis sistem pengmbilan keputusan dengan
keputusan syura. Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang keputusannya adalah
mutlak karena memang beliau menjadi wadah penerima wahyu. Pada pengambilan
keputusan-keputusan genting, beliau sering memanggil orang-orang yang
menurutnya berkompeten untuk didengar pendapatnya, yakni pada saat itu adalah
sahabat-sahabat Rasulullah saw. dengan begitu beliau telah mulai merintis
pembangunan dasar-dasar pemerintahan imperium Islam.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq bersifat
“sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan
Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar
Ash-Shidiq selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah .
4.
Penyelesaian
kaum Riddat dan Nabi palsu
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shidiq dihadapkan kepada keadaan
masyarakat sepeninggalan Nabi Muhammad. Ia bermusyawarah dengan para sahabat
untuk menentukan tindakan yang harus diambil dalam menghadapi
kesulitan-keaulitan yang dihadapinya, meski terjadi perbedaan pendapat dan
tindakan dalam menentukan keputusan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan kebesaran jiwa
dan ketabahan hati seraya bersumpah dengan tegas menyatakan akan memerangi
semua golongan yang menyimpang dari kebenaran sehingga kembali kejalan yang
benar yaitu jalan Agama .
Gerakan riddat[8]
(gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika
tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas
di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai
ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam
keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq .
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku
dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah,
Aswad Al-Ansi[9].
Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha
seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita kristen dari Bani Yarbu yang
menikah dengan Musailamah.Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan
pengikutnya dan membelakangi agama Islam.
Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan
membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan
minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa
Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan
meniadakan batasan dalam perkawinan.
Dalam gerakannya, Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan
mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke
daerah-daerah. Akhirnya pasukan riddat pun berhasil menyebar kedaerah-daerah,
diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat
semakin gencar melaksanakan misinya.
Akan tetapi Khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untuk
memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar
Ash-Shidiq membentuk sebelas pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid,Amru
bin Ash,dan lain-lain[10],
serta menyerahkan al-liwak (panji pasukan) kepada masing-masing pasukan. Di
samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus
disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddat.
Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar. Jikalau masih
berkeras kepala, maka barulah dihadapi dengan kekerasan.
Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan
bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi
menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a.
Mereka yang mengaku nabi dan
pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan
kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b.
Mereka membedakan antara sholat dan
zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada
prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.Sebelum pasukan dikirim ke
daerah yang di tuju,terlebih dahulu dikirim surat yang menyeru kepada mereka
agar kembali kepada jalan islam, namun tidak dapat sambutan, terpaksa pasukan
dikirimkan dan membawa hasil yang gemilang,kebijakan tersebut dilakukan dengan
tujuan terciptanya persatuan umat, penegakan hukum, dan keadilan. Dalam hal ini
yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shidiq adalah mengangkat Ali sebagai deputinya
untuk mengatasi masalah kesastriaan Negara disamping Umar Dan Abu Ubaidahn Ibn
Jarrah.
5.
Usaha Abu
Bakar Ash-Shidiq dalam mengembangkan dakwah Islam
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan terutama memerangi
orang-orang murtad, Khalifa Abu Bakar Ash-Shidiq menghadapi kekuatan Persia dan
Romawi yang setiap saat berkeinginan menghacurkan eksistensi Islam. Untuk
menghadapi Persia, Abu Bakar Ash-Shidiq mengirim tentara Islam dibawah pimpinan
Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritshah[11],dan
berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dan Persia. Adapun untuk memerangi
Romawi, Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memilih empat panglima islam terbaik
untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin al-Ash di
front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di front
Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian
dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria.
Perjuangan-perjungan dan ekspedisi meliter tersebut baru tuntas pada masa
Khalifah Umar bin Khatthab.
6.
Yurisprudensi
(sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar Ash-Shidiq selalu mencari hukumnya
dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya, maka beliau mempelajari
bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa
yang dicari, beliau pun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak
mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan,
diskusi, dan penelitian, beliau pun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan
suatu peraturan.
Yang paling umum kebijakan Abu Bakar dibidang keagamaan yaitu kebijakan
menghimpun/pengumpulan al-Qur’an yang pada waktu itu masih berserakan dan belum
di bukukan dalam satu mushaf [12].
Abu Bakar Ash-Shidiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan
seluruh al-Qur’an yang masih dalam bentuk pelepah kurma dan kulit binatang
serta dari para sahabat yang hafal al-Qur’an.
B.
Konstruk sosial dan kepemimpinan
masa Umar bin Khattab
1. Asal usul
dan nasab Umar bin Khattab
Nama
lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail dan Abdil Uzza dan Ribaah bin
Abdullah bin Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab. Ibunya adalah Hantamah binti
Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum. Ia berasal dari suku
Adiy, suatu suku dalam bangsa Quarisy yang terpandang mulia, megah, dan
berkedudukan tinggi. Dia dilahirkan 13 tahun sesudah kelahiran Nabi[13],
tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang Fajar.
Sebelum
masuk Islam, dia adalah seorang orator ulung, pegulat tangguh, dan selalu diminta
sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik dengan suku Arab yang lainnya.
Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam, punya
ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal bingung dan ragu[14].
Ia masuk
Islam setelah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh adiknya (Fatimah
binti Khattab), padahal ketika itu ia hendak membunuhnya karena mengikuti
ajaran Nabi. Dengan masuknya Umar ke dalam Islam, maka terjawablah do’a Nabi
yang meminta agar Islam dikuatkan dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin
Khattab atau Amr bin Hisyam) dan sebagai suatu kemenangan yang nyata bagi
Islam.
Sebelum
Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti
posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangangan
sahabat seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin
serta As’ad bin Khudair dari kelompok Anshor[15].
Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu
dari tahun 13 H (634 M) sampai tahun 23 H (644 M). Beliau wafat pada usia 64
tahun. Selama masa pemerintahan oleh Umar dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran
Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.
Ia
meninggal pada tahun 644 Masehi karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lu’lu’ah)[16],
budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrawain yang sebelumnya adalah
bangsawan Persia. Menurut Suaib, alasan pembunuhan politik pertama kali dalam
sejarah Islam adalah adanya rasa syu’ubiyah(fanatisme) yang berlebihan pada
bangsa Persia dalam dirinya.
Sebelum
meninggal, Umar mengangkat Dewan Presidium untuk memilih khalifah pengganti
dari salah satu anggotanya. Mereka adalah Utsman, Ali, Tholhah, Zubair, Saad
bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf[17].
Sedangkan anaknya (Abdullah bin Umar) ikut dalam dewan tersebut, tapi tidak
dapat dipilih, hanya memberi pendapat saja. Akhirnya, Utsmanlah yang terpilih
setelah terjadi perdebatan yang sengit antar anggotanya.
2. Ahl al hal wa Al ‘aqdi
Secara
etimologi, ahlul hal wal ‘aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa.
Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai
anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai
(cendikiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka.
Dinamakan
ahlul hal wal ‘aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan
membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam
pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan.
Anggota
dewan ini terpilih karena dua hal, yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi
dalam dunia politik, militer, dan misi Islam selama 8 sampai 10 tahun. Kedua,
orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan
tentang yurisprudensi dan Qur’an.
Dalam masa
pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan
ahlul hal wal ‘aqdi, di antaranya adalah[18]
:
a. Majelis Syura (Dewan Penasihat), ada
tiga bentuk:
1) Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri
dari para pemuka sahabat yang terkenal antara lain: Ali, Utsman, Abdurrahman
bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah, dan Zubair.
2) Dewan Penasihat Umum, terdiri dari
banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas
membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
3) Dewan Antara Penasihat Tinggi dan
Umum, beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya
membahas masalah-masalah khusus.
b. Al-Katib (sekretaris negara), di
antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
c. Nidzamul Maly (departemen keuangan)
mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah,
fa’i, dan lain-lain).
d. Nidzamul Idary (departemen
administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di
antaranya adalah Diwanul Jundi yang bertugas menggaji pasukan perang dan
pegawai pemerintahan.
e. Departemen Kepolisian dan Penjaga
yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
f. Departemen Pendidikan, dan
lain-lain.
Pada masa
Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara
de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas
badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar
senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.
3. Perluasan wilayah Islam
masa Umar bin Khattab
Ketika
para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar
dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas
utamanya adalah menyukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum
lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam
sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 Masehi, Damaskus,
ibukota Siria, telah ia tundukkan[19].
Setahun kemudian, seluruh wilayah Siria jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah
pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania.
Keberhasilan
pasukan Islam dalam penaklukan Siria di masa Khalifah Umar tidak lepas dari
rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Khalifah Abu Bakar telah mengirim
pasukan besar di bawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Siria.
Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang
sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di Siria.
Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun pasir luas
ke arah Siria. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan
genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin al-Khatab.
Khalifah
yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang dipercaya untuk
memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh Umar dan diganti oleh
Abu Ubaidah[20].
Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud
supaya tidak merusak konsentrasi dalam menghadapi musuh. Damaskus jatuh ke
tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan muslim yang
dipimpin oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun,
Laziqiyah, dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan
penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat
pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan muslim selama empat bulan.
Akhirnya kota itu dapat ditaklukan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri
yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan muslim yang akan menghancurkan
gereja-geraja.
Dari Siria,
laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat
kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai
Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber
pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga
menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh Raja Fir’aun itu.
‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi
khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar di beberapa front
pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga,oleh khalifah dengan
mengirim 4.000 tentera ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H,
pasukan muslim mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian
menundukkan Poelisium (al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang
merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan
kaum muslim dan dapat ditakulkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di
Mesir ditaklukan oleh pasukan muslim. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan
pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung.
Iskandariah
(ibukota Mesir) dikepung selama empat bulan sebeum ditaklukan oleh pasukan
Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh khalifah dari
Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front
peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslim.
Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka sempurnalah penaklukan atas Mesir.
Ibukota negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash
pada tahun 20 H. Dengan Siria sebagai basis gerak maju pasukan ke Armenia,
Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian
juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama
bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Siria,
perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar
mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota
itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju
tentara muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan,
Yazdagrid III, Raja Persia melarikan diri. Pada tahun itu pula, seluruh Persia
sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan.
Isfahan juga ditaklukkan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan,
Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada
tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum muslim
menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh)[21].
4. Pengembangan islam sebagai sistem sosial
Periode
kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala
zaman. Khalifah Umar bin Khatab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan
segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang
pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang profesional. Ia
adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan
hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai kode (kitab undang-undang) suatu
masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan
bahwa beliaulah pendiri daulah Islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa khalifah
sebelumnya).
Banyak
metode yang digunakan Umar dalam melakukan peruasan wilayah, sehingga musuh mau
menerima Islam karena perlakuan adil kaum muslim. Di situlah letak kekuatan
politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum muslim mendapatkan gaji dari hasil
rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk
Diwanul Jundi.Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap
(rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar
menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan
untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar di samping tunjangan (al-jizyaat) karena
hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
Dalam
rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang
oleh Khalifah Umar bin Khatab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk gubernur (orang
Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di
antaranya adalah:
a. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur
Syiria, dengan ibukota Damaskus.
b.
Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibukota Mekkah.
c.
Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Iran, dengan ibukota Basrah.
d.
Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibukota Kufah.
e.
Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibukota Fustat.
f.
Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibukota
Jerusalem.
g.
Umair bin Said, Gubernur Jazirah Mesopotamia, dengan ibukota
Hims
h.
Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
i.
Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah.
Tentang
ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat
kemenangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan
dari as-salb, ghanimah dimasukkan ke Baitul Maal. Bahkan ketika itu, peran Diwanul
Jundi sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi
yang membagi menurut ijtihad beliau.
Khalifah
Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki
dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan
diubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa
kaum muslim diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam
tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah
(al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan
kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
Di samping
itu, Umar juga mengadakan “dinas malam” yang nantinya mengilhami dibentuknya
as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Di samping itu Nidzamul Qadhi
(departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu
Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan
masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah
kasta tersebut.
Kedudukan
wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan
khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas
(Yahudi-Nasranai) diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada
perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak
pada masa Umar.
Mengenai
ilmu keislaman, pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan islam
ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada
muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang,
penduduk Arab terutama Badui merupakan masyarakat yang terbelakang dalam
masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang
biasa.
Di samping
ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah),
bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah)
mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.Kota-kota gudang ilmu, di antaranya
adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam
menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.
Ahli-ahli
kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Al ulumul Islamiyah atau al adabul
Islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi
ilmu-ilmu Quran, hadits, kebahasaan (lughat), fiqh, dan sejarah (tarikh).
b. Al adabul arabiyah atau al adabul
jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang
telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
c. Al ulumul aqliyah yang meliputi
psikologi, kedokteran, teknik, falak, dan filsafat.
Pada saat
itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:
a. Mereka mengalami kesulitan memahami
Alqur’an.
b.
Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.
c.
Dibutuhkan dalam istinbath (pengambilan) hukum.
d.
Kesukaran dalam membaca Alqur’an.
Oleh
karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu
didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan.
Apabila ada yang menyebut “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam,
berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.
5. Yurisprudensi (sistem hukum) dan
khazanah keagamaan masa Umar bin Khatthab
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap
dipegang oleh Khalifah Umar bin Khatab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk
gubernur (orang Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan roda
pemerintahan. Di antaranya adalah:
a.
Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur
Syiria, dengan ibukota Damaskus.
b.
Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur
Hijaz, dengan ibukota Mekkah.
c.
Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Iran,
dengan ibukota Basrah.
d.
Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak,
dengan ibukota Kufah.
e.
Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan
ibukota Fustat.
f.
Alqamah bin Majaz, Gubernur
Palestina, dengan ibukota Jerusalem.
g.
Umair bin Said, Gubernur Jazirah
Mesopotamia, dengan ibukota Hims.
h.
Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria
Utara dan Asia Kecil.
i.
Khalifah sebagai penguasa pusat di
Madinah.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan
pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan
untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena
selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya
adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya
merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan
pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian
penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan
rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang
Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan
bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui
juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat
masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa
mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga
mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan
penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin
Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan
Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan.
Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq
Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat
distribusi dana administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh
Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil
dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem
administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku
adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan
begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah
lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang
singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang
demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh
semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami
suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan
agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap
ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris)
yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan
keseluruhan naskah di rumah janda Nabi Muhammad SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak
lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama
Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu
Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu
yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah
penerusnya.
Umar bin
Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang
ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan
lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin
Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya,
terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi
seorang pemimpin pemerintahan yang professional.
Pada masa
pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan
Islam,dikawasan barat Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam,
Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain,
Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga beliau
berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system pertahanan dan
lain sebagainya.
Gagasan
Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar
sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10
tahun lebih 6 bulan, dan kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara
tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang
melaksanakan shalat subuh.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Imam
Fu’adi, M.Ag.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Teras
Drs.H.Fatah
Syukur NC, M.Ag.2009.Sejarah Peradaban Islam I.Semarang:Pustaka Rizki
Putra.
Syed Mahmudunnasir.1988.Islam
Konsepsi dan Sejarahnya.Bandung:CV.Rosda Bandung.
Ahmad Said. Konstruk Sosial dan Kepemimpinan Abu Bakar.
http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/05/konstruk-sosial-dan-kepemimpinan-abu.html.09
Oktober 2012.
Alimudin, S.Pd.I. Yurisprudensi
dan Khazanah Keagamaan Pada Masa Umar bin Khatab.
http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.11
Oktober 2012.
Isomweb.com.Sejarah Peradaban Islam pada Masa
Khalifah Rasyidin. http://www.isomwebs.com/2011/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-khalifah-rasyidin/.06
Oktober 2012.
Rahmad Nur Wahid. Konstruk Sosial dan Kepemimpinan Masa
Khulafaur Rosyidin.http://rahmad-nur.blogspot.com/2012/05/konstruk-sosial-dan-kepemimpinan-masa.html.06
Oktober 2012.
Sibarani.Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-abu-bakar-dan-umar.html.06
Oktober 2012.
[1]
Fathur
Rahman al-Aziz, Konstruk Sosial Dan Kepemimpinan Abu Bakar,
http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/05/konstruk-sosial-dan-kepemimpinan-abu.html,akses
09 Oktober 2012.
[2] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban
Islam.(Yogyakarta:TERAS,2011),hlm. 19., Fatah Syukur, ,Sejarah Peradaban
Islam I,(Semarang:Pustaka Rizki Putra,2009),hal. 51.
[3] Ibid,hal. 19-20.
[4] -Adalah Rosulullah SAW,wafat
tahun 11 H,tidak membentuk suatu dewan menurut garis-garis majelis suku yang
mungkin bisa melaksanakan kekuasaan selama masa peralihan yang sangat gawat.(Syed
Mahmudunnasir. Islam Konsepsi dan Sejarahnya,158).
- Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam.(Yogyakarta:TERAS,2011),hlm.
21.
[5] Adalah suatu tempat/balai yang
digunakan musyawarah pemilihan kepemimpinan islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW.
[6]
Syed Mahmudunnasir,
Islam Konsepsi dan Sejarahnya,hal. 160., Sibarani,Sistem
Pemerintahan Abu Bakar dan Umar, http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-abu-bakar-dan-umar.html,akses 06 Oktober 2012
[7] Ibid.
[8] Adalah suatu gerakan yang keluar
dari agama islam dengan menolak memberikan penghormatan kepada khalifah yang
baru,bahkan sebagian dari mereka menolak islam.Mereka menganggap perjanjian
yang telah dibuat oleh nabi dengan sendirinya batal disebabkan oleh kematian
Nabi .
[9] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban
Islam,hlm. 24.
[10] Ibid, hlm.25.
[12] Fatah Syukur,Sejarah
Peradaban Islam I, hal. 52.
[13]Imam Fuadi, Sejarah Peradaban
Islam,, hal. 31.
[14]
Alimudin, Yurisprudensi Dan Khazanah
Keagamaan Pada Masa Umar Bin Khatab, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.akses
11 Oktober 2012.
[15] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban
Islam, hal. 32-33.
[16] Fatah Syukur, ,Sejarah
Peradaban Islam I, hal. 43.
[17] Ibid, hlm. 43.
[18] Alimudin, YURISPRUDENSI DAN KHAZANAH
KEAGAMAAN PADA MASA UMAR BIN KHATAB, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.
akses11 Oktober 2012.
[19] Syed Mahmudunnasir,Sejarah
Peradaban Islam I, hal. 171.
[20] Ibid, hal. 173.
[21]
Alimudin, Yurisprudensi
Dan Khazanah Keagamaan Pada Masa Umar Bin Khatab, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.
akses11 Oktober 2012.
Komentar
Posting Komentar