Konstruk Kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Khulafaur Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah beliau wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Nabi Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad.Selanjutnya pemerintah islam dipimpin oleh empat orang sahabat terdekatnya. Kepemimpinan empat para sahabat ini disebut khulafaur Rasyidin (para pengganti yang mendapat bimbingan ke jalan yang lurus), empat khalifah tersebut adalah:
1.              Abu Bakar Ash-Shidiq 11-13H/ 637-634 M
2.              Umar bin Khathab 13-23 H/634-644 M
3.              Utsman bin Affan 23-35 H/644-656 M
4.              Ali bin Abi Thalib 35-40 H/656-661 M
Para khalifah tersebut menjalankan pemerintahan dengan bijaksana karena dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad dan otoritas keagamaan yang mereka miliki.Kekhalifahan awal ini secara politik didasarkan pada komunitas muslim arab dan pada kekuatan kekuasaan bangsa arab yang berhasil menundukkan imperium timur tengah .
Meskipun hanya berlangsung hanya 30 tahun,masa Khulafaur Rasyidin adalah masa yang sangat penting dalam sejarah islam,Khulafaur Rasyidin berhasil menyelamatkan islam.Dalam makalah yang sangat singkat ini,kami akan membahas tentang ke Kekhalifahan periode Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar Bin Khattab.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konstruk sosial dan kepemimpinan masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
1.             Asal usul dan nasab Abu Bakar Ash-Shidiq 
Abu Bakar Ash-Shidiq nama legkapnya Abdullah bin Abi Quhafah bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taimi bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ayyi bin Ghalib bin Fahrin At-Taimi al-Qurasyi. Silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab, ia lahir pada tahun 573M, dia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang melahirkan banyak tokoh-tokoh besar yaitu suku Quraisy, ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ah berasal dari suku Quraisy, sedangkan Ibunya bernama Ummu al-Khahir Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah, garis keturunanya bertemu pada neneknya yaitu Ka’ab bin Sa’ad [1].
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama al-Atiq dan Abdulah ibn Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW menjadi Abdullah [2]. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda 2 tahun atau 3 tahun dari Nabi SAW. Diberi julukan Abu Bakar Ash-Shidiq atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali dari kalangan sahabat. Sedangkan gelar As-Shidiq[3] diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi Muhammad SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj, nama al-Atiq karena orang tua Abu Bakar Ash-Shidiq setiap melahirkan seorang anak laki-laki selalu meninggal dan seketika lahirnya Abu Bakar Ash-Shidiq orangtuanya membawa ke ka’bah meminta keselamatan agar Abu Bakar Ash-Shidiq dijaga dan diselamatkan, maka oleh masyarakat di juluki al-Atiq yang mengandung makna selamat. 

2.             Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah
Rasulullah wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan menggantikannya [4]. Oleh karena itu, setelah Rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Sa’idah [5] guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin umat Islam. Musyawarah itu secara spontanitas diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap mereka itu menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam. 
Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab Muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan dalam Islam sejak awal mula Islam. Sedang dipihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman Nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar Ash-Shidiq . Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di Tsaqifah Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang, melalui perdebatan dengan beradu argumentasi .
Dengan tenang Abu Bakar Ash-Shidiq berdiri di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa kaum Anshor bagi tujuan Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi pidato Abu Bakar Ash-Shidiq itu tidak dapat meredam situasi yang sedang tegang. Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. Kemudia Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali.
Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar Ash-Shidiq tampil ke depan dan berkata “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah”.Akan tetapi keduanya berkata “Tidak,kami tidak bisa lebih mengutamakan kami sendiri dari pada anda dalam hal ini.Tidak diragukan,anda adalah orang yang paling baik diantara kaum Muhajirin”.Kemudia Umar bin Khattab mengangkat tangan Abu Bakar Ash-Shidiq dan mengucapkan baiat setianya kepada Abu Bakar. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk meyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW[6].
Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar Ash-Shidiq untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar Ash-Shidiq . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan ia menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit.
Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut dinamakan baiat tsaqifah karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah.Abu Bakar kemudian berpidato sebagai berikuat:
“Wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu,padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, maka jika aku menjalankan tugasku denga baik, ikutilah aku. Tetapi jika aku berbuat salah maka luruskanlah, hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya.tetapi apabila aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka kalian tidak perlu menaatiku”[7].
Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis dan merupakan peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam. 

3.             Sistem politik Islam masa Abu Bakar Ash-Shidiq 
Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai Khalifah (pengganti Nabi) dan maju mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat bergantung kepada pemegang kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan.
Pada masa Abu Bakar kesatuan politik bangsa-bangsa Arab yang terpecah belah dibawah beberapa kekuasan politik,telah dirancang untuk disatukan dibawah kekuasaan negara Islam. Kesatuan ini menjadi sistem pemerintahan negara yang oleh bangsa Arab sebelumnya tidak diperhatikan.
Selain itu, Abu Bakar r.a juga telah merintis sistem pengmbilan keputusan dengan keputusan syura. Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang keputusannya adalah mutlak karena memang beliau menjadi wadah penerima wahyu. Pada pengambilan keputusan-keputusan genting, beliau sering memanggil orang-orang yang menurutnya berkompeten untuk didengar pendapatnya, yakni pada saat itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. dengan begitu beliau telah mulai merintis pembangunan dasar-dasar pemerintahan imperium Islam.
Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar Ash-Shidiq selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah .

4.             Penyelesaian kaum Riddat dan Nabi palsu
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shidiq dihadapkan kepada keadaan masyarakat sepeninggalan Nabi Muhammad. Ia bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan tindakan yang harus diambil dalam menghadapi kesulitan-keaulitan yang dihadapinya, meski terjadi perbedaan pendapat dan tindakan dalam menentukan keputusan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan kebesaran jiwa dan ketabahan hati seraya bersumpah dengan tegas menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran sehingga kembali kejalan yang benar yaitu jalan Agama .
Gerakan riddat[8] (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq .
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Ansi[9]. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah.Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam. 
Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan meniadakan batasan dalam perkawinan.
Dalam gerakannya, Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah-daerah. Akhirnya pasukan riddat pun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya.
Akan tetapi Khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untuk memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq membentuk sebelas pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid,Amru bin Ash,dan lain-lain[10], serta menyerahkan al-liwak (panji pasukan) kepada masing-masing pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddat. Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar. Jikalau masih berkeras kepala, maka barulah dihadapi dengan kekerasan.
Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a.       Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b.      Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya. 
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.Sebelum pasukan dikirim ke daerah yang di tuju,terlebih dahulu dikirim surat yang menyeru kepada mereka agar kembali kepada jalan islam, namun tidak dapat sambutan, terpaksa pasukan dikirimkan dan membawa hasil yang gemilang,kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan terciptanya persatuan umat, penegakan hukum, dan keadilan. Dalam hal ini yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shidiq adalah mengangkat Ali sebagai deputinya untuk mengatasi masalah kesastriaan Negara disamping Umar Dan Abu Ubaidahn Ibn Jarrah. 

5.    Usaha Abu Bakar Ash-Shidiq dalam mengembangkan dakwah Islam
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan terutama memerangi orang-orang murtad, Khalifa Abu Bakar Ash-Shidiq menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghacurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar Ash-Shidiq mengirim tentara Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritshah[11],dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dan Persia. Adapun untuk memerangi Romawi, Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memilih empat panglima islam terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin al-Ash di front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di front Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan-perjungan dan ekspedisi meliter tersebut baru tuntas pada masa Khalifah Umar bin Khatthab. 

6.    Yurisprudensi (sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa Abu Bakar Ash-Shidiq 
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar Ash-Shidiq selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya, maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliau pun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliau pun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
Yang paling umum kebijakan Abu Bakar dibidang keagamaan yaitu kebijakan menghimpun/pengumpulan al-Qur’an yang pada waktu itu masih berserakan dan belum di bukukan dalam satu mushaf [12]. Abu Bakar Ash-Shidiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan seluruh al-Qur’an yang masih dalam bentuk pelepah kurma dan kulit binatang serta dari para sahabat yang hafal al-Qur’an.

B.       Konstruk sosial dan kepemimpinan masa Umar bin Khattab
1.    Asal usul dan nasab Umar bin Khattab
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail dan Abdil Uzza dan Ribaah bin Abdullah bin Qarth bin Razaah bin Adiy bin Kaab. Ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Mahzum. Ia berasal dari suku Adiy, suatu suku dalam bangsa Quarisy yang terpandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Dia dilahirkan 13 tahun sesudah kelahiran Nabi[13], tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia dilahirkan 4 tahun sebelum perang Fajar.
Sebelum masuk Islam, dia adalah seorang orator ulung, pegulat tangguh, dan selalu diminta sebagai wakil sukunya bila menghadapi konflik dengan suku Arab yang lainnya. Terkenal sebagai orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam, punya ketabahan dan kemauan keras, tidak mengenal bingung dan ragu[14].
Ia masuk Islam setelah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh adiknya (Fatimah binti Khattab), padahal ketika itu ia hendak membunuhnya karena mengikuti ajaran Nabi. Dengan masuknya Umar ke dalam Islam, maka terjawablah do’a Nabi yang meminta agar Islam dikuatkan dengan salah satu dari dua Umar (Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam) dan sebagai suatu kemenangan yang nyata bagi Islam.
Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin serta As’ad bin Khudair dari kelompok Anshor[15]. Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H (634 M) sampai tahun 23 H (644 M). Beliau wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahan oleh Umar dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.
Ia meninggal pada tahun 644 Masehi karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lu’lu’ah)[16], budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrawain yang sebelumnya adalah bangsawan Persia. Menurut Suaib, alasan pembunuhan politik pertama kali dalam sejarah Islam adalah adanya rasa syu’ubiyah(fanatisme) yang berlebihan pada bangsa Persia dalam dirinya.
Sebelum meninggal, Umar mengangkat Dewan Presidium untuk memilih khalifah pengganti dari salah satu anggotanya. Mereka adalah Utsman, Ali, Tholhah, Zubair, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf[17]. Sedangkan anaknya (Abdullah bin Umar) ikut dalam dewan tersebut, tapi tidak dapat dipilih, hanya memberi pendapat saja. Akhirnya, Utsmanlah yang terpilih setelah terjadi perdebatan yang sengit antar anggotanya.

2.    Ahl al hal wa Al ‘aqdi
Secara etimologi, ahlul hal wal ‘aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendikiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka.
Dinamakan ahlul hal wal ‘aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan.
Anggota dewan ini terpilih karena dua hal, yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam selama 8 sampai 10 tahun. Kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Qur’an.
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hal wal ‘aqdi, di antaranya adalah[18] :
a.       Majelis Syura (Dewan Penasihat), ada tiga bentuk:
1)      Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal antara lain: Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah, dan Zubair.
2)      Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
3)      Dewan Antara Penasihat Tinggi dan Umum, beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
b.      Al-Katib (sekretaris negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
c.       Nidzamul Maly (departemen keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fa’i, dan lain-lain).
d.      Nidzamul Idary (departemen administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah Diwanul Jundi yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
e.       Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
f.       Departemen Pendidikan, dan lain-lain.
Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya.

3.    Perluasan wilayah  Islam  masa Umar bin Khattab
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah menyukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 Masehi, Damaskus, ibukota Siria, telah ia tundukkan[19]. Setahun kemudian, seluruh wilayah Siria jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania.
Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Siria di masa Khalifah Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Khalifah Abu Bakar telah mengirim pasukan besar di bawah pimpinan Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah ke front Siria. Ketika pasukan itu terdesak, Abu Bakar memerintahkan Khalid Ibn al-Walid yang sedang dikirim untuk memimpin pasukan ke front Irak, untuk membantu pasukan di Siria. Dengan gerakan cepat, Khalid bersama pasukannya menyeberangi gurun pasir luas ke arah Siria. Ia bersama Abu Ubaidah mendesak pasukan Romawi. Dalam keadaan genting itu, wafatlah Abu Bakar dan diganti oleh Umar bin al-Khatab.
Khalifah yang baru itu mempunyai kebijaksanaan lain. Khalid yang dipercaya untuk memimpin pasukan di masa Abu Bakar, diberhentikan oleh Umar dan diganti oleh Abu Ubaidah[20]. Hal itu tidak diberitahukan kepada pasukan hingga selesai perang, dengan maksud supaya tidak merusak konsentrasi dalam menghadapi musuh. Damaskus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaidah itu melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah, dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu dapat ditaklukan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan muslim yang akan menghancurkan gereja-geraja.
Dari Siria, laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh Raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar di beberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga,oleh khalifah dengan mengirim 4.000 tentera ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu. Tahun 18 H, pasukan muslim mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslim dan dapat ditakulkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukan oleh pasukan muslim. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung.
Iskandariah (ibukota Mesir) dikepung selama empat bulan sebeum ditaklukan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslim. Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibukota negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Siria sebagai basis gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka.
Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Siria, perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, Raja Persia melarikan diri. Pada tahun itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isfahan juga ditaklukkan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1, menderita kerugian besar. Kaum muslim menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh)[21].

4.    Pengembangan islam sebagai sistem sosial
Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khatab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang profesional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai kode (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah Islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa khalifah sebelumnya).
Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan peruasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jundi.Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar di samping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khatab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk gubernur (orang Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah:
a.       Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
b.      Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibukota Mekkah.
c.       Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Iran, dengan ibukota Basrah.
d.      Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibukota Kufah.
e.       Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibukota Fustat.
f.       Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibukota Jerusalem.
g.      Umair bin Said, Gubernur Jazirah Mesopotamia, dengan ibukota Hims
h.      Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
i.        Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah.
Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat kemenangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari as-salb, ghanimah dimasukkan ke Baitul Maal. Bahkan ketika itu, peran Diwanul Jundi sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau.
Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan diubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslim diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
Di samping itu, Umar juga mengadakan “dinas malam” yang nantinya mengilhami dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Di samping itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut.
Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi-Nasranai) diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada masa Umar.
Mengenai ilmu keislaman, pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan islam ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, penduduk Arab terutama Badui merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.
Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah) mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.
Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.       Al ulumul Islamiyah atau al adabul Islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadits, kebahasaan (lughat), fiqh, dan sejarah (tarikh).
b.      Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
c.       Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, teknik, falak, dan filsafat.
Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:
a.       Mereka mengalami kesulitan memahami Alqur’an.
b.      Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.
c.       Dibutuhkan dalam istinbath (pengambilan) hukum.
d.      Kesukaran dalam membaca Alqur’an.
Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada yang menyebut “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

5.    Yurisprudensi (sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa Umar bin Khatthab
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khatab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk gubernur (orang Islam) sebagai pembantu khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah:
a.       Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
b.      Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibukota Mekkah.
c.       Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Iran, dengan ibukota Basrah.
d.      Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibukota Kufah.
e.       Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibukota Fustat.
f.       Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibukota Jerusalem.
g.      Umair bin Said, Gubernur Jazirah Mesopotamia, dengan ibukota Hims.
h.      Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
i.        Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dana administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini.
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi Muhammad SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional.
Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam,dikawasan barat Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system pertahanan dan lain sebagainya.
Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.



DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.Imam Fu’adi, M.Ag.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Teras
Drs.H.Fatah Syukur NC, M.Ag.2009.Sejarah Peradaban Islam I.Semarang:Pustaka Rizki Putra.
Syed Mahmudunnasir.1988.Islam Konsepsi dan Sejarahnya.Bandung:CV.Rosda Bandung.
Alimudin, S.Pd.I. Yurisprudensi dan Khazanah Keagamaan Pada Masa Umar bin Khatab. http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.11 Oktober 2012.
Isomweb.com.Sejarah Peradaban Islam pada Masa Khalifah Rasyidin. http://www.isomwebs.com/2011/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-khalifah-rasyidin/.06 Oktober 2012.
Rahmad Nur Wahid. Konstruk Sosial dan Kepemimpinan Masa Khulafaur Rosyidin.http://rahmad-nur.blogspot.com/2012/05/konstruk-sosial-dan-kepemimpinan-masa.html.06 Oktober 2012.
Sibarani.Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-abu-bakar-dan-umar.html.06 Oktober 2012.




[1] Fathur Rahman al-Aziz, Konstruk Sosial Dan Kepemimpinan Abu Bakar, http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/05/konstruk-sosial-dan-kepemimpinan-abu.html,akses 09 Oktober 2012.
[2] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam.(Yogyakarta:TERAS,2011),hlm. 19., Fatah Syukur, ,Sejarah Peradaban Islam I,(Semarang:Pustaka Rizki Putra,2009),hal. 51.
[3] Ibid,hal. 19-20.
[4] -Adalah Rosulullah SAW,wafat tahun 11 H,tidak membentuk suatu dewan menurut garis-garis majelis suku yang mungkin bisa melaksanakan kekuasaan selama masa peralihan yang sangat gawat.(Syed Mahmudunnasir. Islam Konsepsi dan Sejarahnya,158).
   - Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam.(Yogyakarta:TERAS,2011),hlm. 21.
[5] Adalah suatu tempat/balai yang digunakan musyawarah pemilihan kepemimpinan islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW.
[6] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya,hal. 160.,  Sibarani,Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar, http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/sistem-pemerintahan-abu-bakar-dan-umar.html,akses  06 Oktober 2012
[7] Ibid.
[8] Adalah suatu gerakan yang keluar dari agama islam dengan menolak memberikan penghormatan kepada khalifah yang baru,bahkan sebagian dari mereka menolak islam.Mereka menganggap perjanjian yang telah dibuat oleh nabi dengan sendirinya batal disebabkan oleh kematian Nabi .
[9] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam,hlm.  24.
[10] Ibid, hlm.25.
[11] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya ,hal. 167.
[12] Fatah Syukur,Sejarah Peradaban Islam I, hal. 52.
[13]Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam,, hal. 31.
[14] Alimudin, Yurisprudensi Dan Khazanah Keagamaan Pada Masa Umar Bin Khatab, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html.akses 11 Oktober 2012.
[15] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 32-33.
[16] Fatah Syukur, ,Sejarah Peradaban Islam I, hal. 43.
[17] Ibid, hlm. 43.
[18] Alimudin, YURISPRUDENSI DAN KHAZANAH KEAGAMAAN PADA MASA UMAR BIN KHATAB, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html. akses11 Oktober 2012.
[19] Syed Mahmudunnasir,Sejarah Peradaban Islam I, hal. 171.
[20] Ibid, hal. 173.
[21] Alimudin, Yurisprudensi Dan Khazanah Keagamaan Pada Masa Umar Bin Khatab, http://sejarahperadaban.blogspot.com/2009/11/yurisprudensi-dan-khazanah-keagamaan.html. akses11 Oktober 2012.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Akhlak Tasawuf (Pengertian tasawuf akhlaki,irfani dan Falsafi)

Beberapa Hadits tentang Ijarah (Upah)