Konstitusi dalam islam (siyasah Syari'ah) : awal munculnya konstitusi dalam islam


PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Fiqih Siyasah adalah bukan kajian yang baru di antara ilmu pengetahuan yang lainnya, keberadaan Fiqih Siyasah sejalan dengan perjalan agama Islam itu sendiri. Karena Fiqih Siyasah ada dan berkembang sejak Islam menjadi pusat kekuasaan dunia. Perjalanan hijrahnya Rasullulah ke Madinah, penyusunan Piagam Madinah, pembentukan pembendaharaan Negara, pembuatan perjanjian perdamaian, penetapan Imama, taktik pertahanan Negara dari serangnya musuh yang lainnya. Pembuatan kebijakan bagi kemaslahatan masyrakat, umat, dan bangsa, dan kemudian pada masa itu semua dipandang sebagai upaya-upaya siyasah dalam mewujudkan Islam sebagai ajaran yang adil, memberi makna bagi kehidupan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Semua proses tersebut merupakan langkah awal berkembangnya kajian fiqih siyasah, dimana fiqih siyasah menerima dengan tangan terbuka apa yang datang dari luar selama itu untuk kemaslahatan bagi kehidupan umat. Bahkan menjadikannya sebagai unsur yang akan bermanfaat dan akan menambah dinamika kehidupannya serta menghindarkan kehidupan dari kekakuan dan kebekuan.

PEMBAHASAN
A.  Sejarah Munculnya Konstitusi
Menurut ulama fiqh siyasah, pada awalnya pola hubungan antara pemerintah dan rakyat ditentukan oleh adat istiadat. Dengan demikian, hubungan antara kedua belah pihak berbeda-beda pada masing-masing Negara, sesuai dengan perbedaan di masing-masing Negara. Akan tetapi karena adat istiadat ini tidak tertulis, maka dalam hubungan tersebut tidak terdapat batasan-batasan yang tegas tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Akibatnya, karena pemerintah memegang kekuasaan, tidak jarang pemerintah bersikap absolute dan otoriter terhadap rakyat yang dipimpinnya. Mereka berlaku sewenang-wenang dan melanggar hak-hak asasi rakyatnya. Sebagai reaksi, rakyat pun melakukan pemberontakan, perlawanan, bahkan revolusi untuk menjatuhkan pemerintah yang berkuasa secara absolute tersebut.
Akibat revousi ini kemudian lahir pemikiran untuk menciptakan undang-undang dasar atau konstitusi sebagai pedoman dan aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Akan tetapi tidak selamanya konstitusi dibentuk brdasarkan revolusi. Pembuatan konstitusi didasarkan karena lahirnya sebuah Negara baru. Dalam hal ini, pendiri Negara yang bersangkutanlah yang terlibat aktif dalam merumuskan undang-undang dasar bagi Negara mereka. Pada masa modern, hal ini dapat dilihat pada Negara Pakistan dan Indonesia.
Usaha untuk mengadakan undang-undang dasar tertulis sebenarnya telah dirintis di Eropa sejak abad ke-17 M. sumber utama yang mereka pakai adalah adat istiadat, karena adat merupakan kebiasaan yang secara turun temurun di pratikkan dan terus menerus dipelihara dari generasi ke generasi. Dari sini lahirlah teori-teori tentang hubungan timbal balik penguasa-rakyat. Di antaranya adalah teori “kontrak social” yang di kemukakan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1709M) dan Rosseau (1712-1798 M). teori ini berasumsi bahwa pemerintah dan rakyat memiliki hubungan timbal balik secara berimbang. Pemerintah berkewajiban membimbing rakyat dan mengelola Negara dengan sebaik-baiknya, karena rakyat telah memberikan sebagian hak dan kebebasannya serta berjanji setia pada mereka yang mengurus kepentinagn rakyat. Teori ini mencikal bakali munculnya  atau lahirnya undang-undang dasar tertulis yang mengatur batas-batas hak dan kewajiban kedua belah pihak secara timbal balik.
Dalam perkembangan berikutnya mulailah Negara-negara Eropa mengadakan undang-undang dasar secara tertulis. Diantaranya adalah Undang-undang dasar Amerika Serikat pada 1771 dan Udang-undang dasar Perancis tahun 1791, dua tahun setelah terjadinya Revolusi Prancis. Hal ini kemudian diikuti oleh Negara-negara lain, baik yang berbentuk kerajaan maupun Republik. Praktis pada masa sekarang, hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki undang-undang dasar yang tertulis.
B.  Perkembangannya dalam Islam
Sumber tertulis utama pembentukan Undang-undang Dasar dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Akan tetapi, karena memang bukan buku undang-undang, Al-Quran tidak merinci lebih jauh tentang bagaimana hubungan pemimpin dan rakyatnya serta hak dan kewajiban mereka masing-masing. Al-Quran hanya memuat  dasar-dasar atau prinsip umum pemerintahan Islam secara global saja. Ayat-ayat yang berhubungan dengan tata pemerintahan juga tidak banyak. Ayat-ayat yang masih global ini di jabarkan oleh nabi dalam sunnahnya, baik berbentuk perkataan, perbuatan maupun takrir atau ketetapannya.
Al-Quran dan sunnah menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam untuk membentuk dan mengatur pemerintahan serta menyusun konstitusi yang sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks sosial masyarakatnya. Dalam hal ini, dasar-dasar hukum Islam lainnya, seperti ijma’,qiyas, istihsan, mashlahah mursalah dan ‘urf  memegang peranan penting dalam perumusan konstitusi. Hanya saja,penerapan dasar-dasar tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok yang telah digariskan dalam Al-Quran dan Sunnah.
Nabi Muhammad Saw, dalam kedudukannya sebagai penjelas terhadap Al-Quran, pada tahun ke-dua hijriah di Madinah telah mengundangkan Piagam Madinah yang mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas Negara Madinah yang heterogen, seperti kaum Muhajirin (penduduk Mekah yang bersama-sama Nabi hijrah ke Madinah), Anshar (warga atau penduduk asli Madinah), yahudi dari berbagai suku dan kelompok serta sisa-sisa kaum paganis yang belum masuk Islam tapi menyatakan diri tunduk kepada Nabi. Dalam piagam Madinah ditegaskan bahwa umat Islam, walaupun berasal dari berbagai kelompok, adalah suatu komunitas. Piagam ini juga mengatur pola hubungan antara sesama komunitas muslim dan antara komunitas muslim dengan komunitas non-muslim lainnya. Hubungan ini dilandasi atas prinsip-prinsip bertetangga baik, Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela orang yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan menjalankan agama.
Isi penting dari prinsip Piagam Madinah ini adalah membentuk suatu masyarakat yang harmonis, mengatur sebuah umat dan menegakkan pemerintahan atas dasar persamaan hak. Piagam Madinah ini juga merupakan suatu konstitusi yang telah meletakkan dasar-dasar social politik bagi masyarakat Madinah dalam sebuah pemerintahan di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad. Piagam Madinah di anggap oleh para pakar politik sebagai undang-undang dasar pertama dalam Negara Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad.
Namun keberadaan Piagam ini tidak dapat bertahan lama, karena dikhianati sendiri oleh suku-suku Yahudi Madinah. Sebagai balasan atas pengkhianatan tersebut,Nabi menghukum mereka, sebagian diusir dari Madinah dan sebagian lagi dibunuh. Setelah  itu Nabi tidak lagi mengadakan perjanjian tertulis dengan kelompok-kelompok masyarakat Madinah lansung dipimpin Nabi berdasrkan wahyu Al-Quran.
Setelah Nabi wafat,tidak ada konstitusi tertulis yang mengatur Negara Islam. Umat Islam dari zaman ke zaman,dalam menjalankan roda pemerintahan, berpedoman pada prinsip-prinsip Al-Quran dan teladan Nabi dalam Sunnahnya. Pada masa Khalifah yang empat, teladan Nabi memang masih dapat diterapkan dalam mengatur masyarakat Islam yang semakin berkembang. Dalam masa ini, pola peralihan kepemimpinan umat (suksesi) didasarkan pada kecakapan dan kemampuan, tidak berdasarkan keturunan. Namun pasca al-Khulafa’ al-rasyidun, pola pemerintahan sudah berubah ke bentuk kerajaan yang menentukan suksesi berdasarkan keturunan. Selain itu, dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, dasar-dasar dan system pemerintahan masing-masing Negara pun berbeda. Dalam hal ini, adat memegang peranan penting dalam mempengaruhi praktik pemerintahan suatu Negara. Tetapi, sebagaimana ditegaskan di atas, belum ada satu pun konstitusi tertulis yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat.
Pada abad ke-19 M, setelah dunia Islam mengalami penjajahan Barat, timbul pemikiran di kalangan ahli tata Negara di berbagai dunia Islam untuk mengadakan konstitusi.pemikiran ini timbul sebagai reaksi atas kemunduran umat Islam dan respons terhadap gagasan-gagasan politik Barat yang masuk ke dunia Islam bersamaan dengan kolonialisme mereka terhadap dunia Islam.
Negara Islam yang pertama kali mengadakan konstitusi adalah kerajaan Usmani pada tahun 1876. Konstitusi yang ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid pada 23 Desember 1876 ini terdiri dari 12 bab   dan 119 pasal. Konstitusi ini juga banyak dipengaruhi oleh konstitusi Belgia. Dalam konstitusi ini ditegaskan bahwa sultan Usmani adalah pemegang kekuasaan kekhalifahan Islam yang menjadi pelindung agama Islam. Namun dalam konsitusi ini tidak dipisahkan antara kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif. Konstitusi ini belum lagi mengenal Trias politica.
Harun Nasution menyebutkan sifat konstitusi ini sebagai semi otokratis, karena hak-hak dan kekuasaan Sultan yang diatur dalam konstitusi ini begitu besar. Dalam pasal 3 konstitusi ini ditegaskan bahwa kedaulatan terletak ditangan rakyat sebagaimana dipahami dalam wacana demokrasi modern. Besarnya kekuasaan Sultan terlihat dari kedudukannya sebagai Sultan dan Khalifah. Ini berarti bahwa Sultan Usmani mempunyai kekuasaan duniawi dan agama. Sultan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan legislative Sultan dialihkan kepada parlemen yang terdiri dari Majelis Senat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Nasional. Meskipun demikian, Sultan berkuasa atas parlemen, karena sultan mempunyai hak veto untuk membatalkan rancangan undang-undang yang akan dibuat oleh parlemen. Dari kenyataan ini terlihat bahwa parlemen bukanlah lembaga legislative dalam pengertian yang sebenarnya, melainkan lebih tepat dikatakan sebagai dewan pertimbangan Sultan.
Sementara kekuasaan yudikatif terbagi kepada dua system yaitu: peradilan syar’I yang berdasarkan hukum Islam dan peradilan nizami yang mengadopsi hukum-hukum Barat. Dalam sistem ini, sedikit demi sedikit hukum Islam mulai digeser dan digantikan dengan hukum-hukum Barat.
Konstitusi 1876 ternyata tidak berjalan efektif. Sultan masih memiliki kekuasaan yang besar. Melihat keadaan ini, sebagian pemikir modern yang menamakan diri mereka Young Turkey (Turki Muda) mencoba membatasi kekuasaan Sultan dengan mengadakan kembali konstitusi. Puncak dari usaha mereka adalah hancurnya kekhalifahan Usmani pada tahun 1924 yang sekaligus menghapuskan kekhalifahan Islam dan terbentuknya Negara Republik Turki yang secular di bawah pimpinan Mustafa Kamal pasha (1880-1938). Dalam undag-undang dasar 1945 yang baru ini ditegaskan bahwa Turki adalah Negara Republik, nasionalis, kerakyatan, kenegaraan, sekularis, dan revolusioner. Undang-undang dasar ini juga menegaskan bahwa kedaulatan tanpa syarat berada di tangan bangsa.
Dinegara-negara muslim lainnya terdapat praktik yang berada dalam perumusan undang-undang dasar mereka. Bagi kerajaan Arab Saudi misalnya, Al-Quran merupakan UUD Negara dan syariat sebagai hukum dasar yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syari’ah. Ulama memegang peranan sebagaihakim dan penasihat hukum dari kalangan keluarga besar Sa’udi. Arab Saudi tidak mengenalpartai politik. Konsekuensinya, Arab Saudi juga tidak mengenal Dewan Perwakilan Rakyat yang anggotanya dipilih melalui pemilu. Yang ada hanyalah Majelis Syura yang anggotanya diangkat oleh Raja. Meskipun demikian, tidak berarti raja berkuasa mutlak. Ia juga harus tunduk pada ketentuan syari’ah.
Negara kerajaan lainnya, Marokko, menganut sistem demokrasi. Dalam UUD negara ini yang disahkan pada 7 Desember 1962 dan terdiri dari 12 bab 110 pasal, dijelaskan bahwa Marokko adalah negara kerajaan konstitusional yang demokratis. Kedaulatan berada di tangan bangsa dan di salurkan melalui lembaga yang ada. Islam dan agama negara. Akan tetapi dalam UUD ini tidak disebut-sebut syari’at Islam sebagai sumber hukum. Oleh karena itu, hukum perdata maupun pidana tidak sepenuhnya berdasarkan pada syari’at Islam. Sebagian juga diwarnai oleh sistem hukum Barat.
Sementara Yordania menganut bentuk kerajaan turun temurun yang memiliki parlemen. UUD Yordania disahkan pada 1 pebruari 1947. Dalam UUD ini disebutkan bahwa Islam adalah agama negara dan bahasa Arab  adalah bahasa resmi.namun demikian, UUD ini memperlakukan sama semua warga negaranya tanpa membeda-bedakan asal-usul dan agama penduduknya. Pada tahun 1952 diadakan revisi atas UUD 1947. Dalam konstitusi yang baru ini ditegaskan bahwa negara berkewajiban melindungi hak-hak pekerja dan menjalankan “wajib belajar” pedidikan dasar. Menurut UUD Yordania, sumber kekuasaan adalah rakyat dan kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen yang terdiri dari senat, DPR dan Raja. Sementara kekuasaan eksekutif dipegang oleh raja dan dibantu oleh beberapa menteri. Sedangkan kekuasaan yudikatif dilaksanakan olehMahkamah tersendiri yang menjatuhkan putusan atas nama Raja.
Konstitusi Tunisia disahkan pada1 Juni 1959 dan terdiri dari 10 bab serta 64 pasal. Konstitusi ini menegaskan bahwa negara Tunisia berbentuk republik dan menganut Islam sebagaiagama resmi negara. Semua warga dijamin haknya dan mempunyai kedududkan yangsama dalam hukum. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Nasional yang dipilih untuk masa bakti lima tahun sekali. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Dewan tertinggi Kehakiman yang independen. Konstitusi ini juga mensyaratkan bahwapresiden harus berasal dari orang Tunisia asli dan beragama Islam dengan usia minimal 40 tahun.
Model konstitusi Tunisia ini juga terdapat kesamaan dengan beberapa negaraa Arab lainnya seperti Mesir, Suriah dan Aljazair. Konstitusi negara-negara tersebut juga mencantumkan Islam dan warga negara asli sebagai persyaratan menjadi kepala negara. Dalam masalah sistem hukum juga terdapat persamaan di negara-negara tersebut. Fiqh Islam adalah satu-satunya sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Namun dalam hukum lainnya, seperti hukum pidana, fiqh islam hanyalah merupakan salah satu dari sekian banyak sumber hukum negara-negara tersebut. Hal ini membuka peluanag bagi masuknya sistem hukum lain, terutama dari Barat,dalam perundang-undangan negara-negara itu.
Sedangkan di Indonesia, konstitusinya diundangkan pada 18 agustus 1945. Konstitusi ini, yang disebut UUD 1945, merupakan kompromi dari tarik ulur antara kekuatan Islam, nasionalis sekular dan Kristen. UUD ini menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbetuk Republik. Kedaulatan terletak ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleeh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam UUD ini juga disebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan peresiden adalah orang Indonesia asli. Di samping itu, meskipun tidak menegaskan salah satu agama sebagai agama resmi negara, konstitusi ini menjamin kebebasan pemeluk agama untuk menjalankan dan melaksankan agamanya. Negara memberi fasilitas dan melindungi keberagamaan umatnya masing-masing. Untuk itu, pemerintah membentuk sebuah departemen khusus, Departemen agama, untuk melayani kepentingan umat beragama di Indonesia.
C.  Macam-macam Konstitusi
  1. Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
  2. Konstitusi fleksibel (luwes) dan konstitusi rigid (tegas/kaku)
Konstitusi fleksibel (luwes) adalah konstitusi yang dapat diubah melalui proses yang sama dengan undang-undang. Artinya, perubahan itu dilakukan melalui cara yang tidak, seperti melalui pemungutan suara dengan sistem suara terbanyak mutlak. Konstitusi Inggris dan konstitusi selandia baru adalah contoh konstitusi jenis ini.
konstitusi rigid ( tegas/kaku) adalah suatu konstitusi dimana perubahannya dilakukan melalui suatu cara-cara atau proses khusus (special/process). Konstitusi AS, Australia, Swiss, Prancis, dan Norwegia adala contoh jenis ini.
  1. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi bukan derajat tinggi
  2. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan
  3. Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitunsi sistem pemerintahan parlementer. Penggolongan konstitusi fleksibel dan kaku di dasarkan pada cara mengubah konstitusi tersebut.






D.  SUMBER HUKUM KONSTITUSI
1)      Al-Quran sebagai undang-undang, perilaku keagamaan, tetapi yang lebih tinggi, kitab suci itu merupakan hukum dasar dan tertinggi yang tidak dapat digolongkan sebagai argumen serius tentang konstitusi Negara Islam.
2)      As-Sunnah merupakan segala perkataan dan praktek kehidupan Nabi Muhammad saw, manusia yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada sernua. manusia.
3)      Ijma’ yang berarti kesepakatan universal atau kosensus yang bersifat umum. Ijma’ melibatkan upaya kolektif yang terdiri dari anggota-anggota suatu kelompok atau keseluruhan masyarakat untuk meraih sebuah kesepakatan hukum tentang suatu masalah tertentu.
4)      Qiyas yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang berkenaan dengan legalitas suatu bentuk perilaku tertentu. Dalam Islam metode ini digunakan untuk memperluas hokum-­hukum syariat yang bersifat umum kepada berbagai kasus individu yang tak terbatas atas dasar kesamaan atau ketidak selarasan dengan beberapa kasus lama yang telah dijelaskan dalam Qur’an dan Sunnah.









BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
 Dari akibat revousi ini kemudian lahir pemikiran untuk menciptakan undang-undang dasar atau konstitusi sebagai pedoman dan aturan main dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Akan tetapi tidak selamanya konstitusi dibentuk brdasarkan revolusi. Pembuatan konstitusi didasarkan karena lahirnya sebuah Negara baru. Dalam hal ini, pendiri Negara yang bersangkutanlah yang terlibat aktif dalam merumuskan undang-undang dasar bagi Negara mereka.
Sumber tertulis utama pembentukan undang-undang dasar dalam Islam adalah Al-Quran dan sunnah. Al-Quran tidak merinci lebih jauh tentang bagaimana hubungan pemimpin dan rakyatnya serta hak dan kewajiban mereka masing-masing. Al-Quran hanya memuat  dasar-dasar atau prinsip umum pemerintahan Islam secara global saja.






DAFTAR PUSTAKA
Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag.2007.FIQH SIAYASAH KONTESKTUALISASI DOKTRIN POLITIK ISLAM. Jakarta: Gaya Media Pratama.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Akhlak Tasawuf (Pengertian tasawuf akhlaki,irfani dan Falsafi)

Beberapa Hadits tentang Ijarah (Upah)