Materi Sejarah Peradilan Islam pada Masa Abbasiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Peradilan (Al-Qadha) adalah
merupakan suatu lembaga yang telah dikenal sejak zaman purba dan peradilan
merupakan suatu kebutuhan bagi suatu masyarakat atau Negara.Tidak ada satupun
negara / pemerintahan berdiri tanpa adanya peradilan, sebab lembaga peradilan
adalah salah satu prasyarat tegaknya pemerintahan dalam rangka menyelesaikan
sengketa yang terjadi di antara para warga negara.Dengan peradilan masalah
sengketa dapat diselesaikan,dan dengan peradilan pula orang kecil lebih enak
tidur, karena peradilan dapat menjamin hak seseorang dan menjamin tidak adanyan
saling aniaya sesamanya.Peradilan mempunyai tugas suci, karena dengan peradilan
dapat menghalangi seseorang berbuat dhalim serta mewujudkan ketertiban umum,
melindungi jiwa, harta dan kehormatan.
Peradilan dalam istilah modern
dikenal dengan istilah Yudikatif yang keberadaannya setara dengan eksekutif dan
legislatif. Apabila sebuah bangsa / negara tidak mempunyai peradilan, maka
bangsa / negara itu termasuk dalam kategori bangsa yang kacau balau sebab hukum
tidak berjalan sebagaimana mestinya.Semua pemerintahan mempunyai lembaga
peradilan masing-masing sesuai dengan tingkatan pemikiran dan dinamika umat
manusia pada masanya.
Dalam makalah ini penulis/penyusun
akan memfokuskan perhatian pada perkembangan hukum dan peradilan pada masa
Dinasti Abbasiyah, sebuah dinasti yang dianggap sebagai zaman keemasan bagi
ummat Islam.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Perkembangan Hukum Islam pada Masa Abbasiyah ?
2. Bagaimana
Perkembangan Peradilan Masa Abbasiyah ?
3. Apa
penyebab Hancurnya Tatanan Peradilan Pada Masa Abbasiyah ?
C. Tujuan
1. Agar
kita mengetahui sejarah hukum islam yang diterapkan pada masa Bani Abbasiyah.
2. Agar
kita mengetahui sejarah peradilan
pada masa Bani Abbasiyah.
3. Agar
kita mengetahui sebab-sebab hancurnya tatanan peradilan masa Bani Abbasiyah.
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Hukum
Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Setelah
pemerintahan Dinasti Umayah runtuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan Bani
Abbasiyah, keturunn Bany Hasyim dari suku Quraisy sebagaimana Bany Umayah juga
dari suku Quraisy. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas seorang
keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas bin Abd al-Muthalib bin
Hasyim. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas
bin Abd al-Muthalib. Berdirinya Dinasti Abbasiyah ini merupakan hasil
perjuangan gerakan politik yang dipimpin oleh Abu al-Abbas yang dibantu oleh
kaum syi’ah. Gerakan politik ini berhasil menjatuhkan Dinasti Umayah di tahun
750 M . Pada tahun ini juga Abu al-Abbas diangkat menjadi khalifah di Kufah
(750-754 M).
Pada masa Dinasti Abbasiyah Islam
benar-benar mencapai puncak keemasan kebangkitan kebudayaan dan peradaban,
Islam mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dan spektakuler terhadap
perkembangan peradaban dunia. Hampir semua perkembangan Ilmu pengatahuan
dasar-dasarnya telah di temukan pada masa dinasti ini. Kemajuan pengetahuan
pada masa Dinasti Abbasiyah menjadikan masyarakat dinasti Abbasiyah
hidup makmur sejahtera, tentram, perekonomian berjalan stabil, situasi politik
stabil, para khalifahnya dapat mengatasi musuh-musuhnya, masyarakatnya hidup
aman tidak ada kekacuan yang berarti. Demikianlah kemajuan ilmu pengetahuan
yang membuat dinasti ini berhasil mencapai kemajuan hampir disemua sektor
kehidupan.Dan pada masa ini pula banyak terjadi kemajuan dibidang hukum
islam,diantaranya digalakkannya penerjemahan buku-buku asing,berdirinya
sekolah,dan salah satu karya terbesar adalah berdirinya Baitul Hikmah yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Perkembangan dan kemajuan hukum Islam
pada masa ini di tandai dengan kemajuan di bidang ilmu fiqih yang
menunjukkan dinamika ummat Islam dalam menjawab tantangan dan masalah yang
dihadapinya. Sejak Rasulullah SAW wafat keputusan hukum-hukum baru
berkembang pesat, ini dikarenakan sejak kekuasaan Islam di tangan Bani
Ummaiyyah dan Abbasiyah terus mengalami perluasan.
Pada masa dinasti Bani Ummayyah
mahzab-mahzab fiqih belum terbentuk meskipun sebagian imam pendiri mahzab yang
empat hidup pada masa Dinasti Ummayyah. Ketika Dinasti Abbasiyah menguasai
pusat-pusat peradaban dan mengambil khasanah atau kekayaan warisan budaya yang
dimiliki bangsa-bangsa itu, maka muncullah cara-cara baru membuat ijtihad
hukum. Ijtihad hukum adalah upaya mencari ketetapan hukum suatu masalah dengan
mendasarkan pada ayat-ayat Alqur’an dan Hadits-hadits.
Setelah dilakukan pengumpulan Hadits
Nabi Muhammad SAW pada masa Umar bin Abdul Aziz dari Khalifah Bani Umayyah,
maka pada masa Al-Manshur dari Khalifah Bani Abbasiyah merintahkan para ulama
untuk menyusun kitab tafsir dan hadits. Kemudian lahirlah mazhab-mazhab dalam
bidang fiqh pada pertengahan abad ketujuh masehi yaitu Abu Hanifah (w. 767 M)
yang dikenal dengan tokoh Ahlul Ra’yi di Iraq dan mazhab ini telah melahirkan al-Auza’i
(w.774 M) dan al-Zahiri (w.883 M). Kemudian Imam Malik bin Anas
(w.795 M) sebagai ulama mazhab Madinah dari kalangan muhadditsin
dan fuqoha’ dengan karya monumentalnya al-Mutawattho’.
Kemudian Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i (w.820 M) yang muncul sebagai
jalan tengah antara mazhab Irak yang liberal dan Mazhab Madinah yang
konservatif dan mendominasi daerah Mesir. Selanjutnya lahir pula Ahmad bin Hanbal (w.855 M) yang ahli dalam bidang fiqh dan hadits.
Secara umum empat mazhab tersebut yang
menjadi sumber putusan hakim dari mulai Dinasti Abbasiyah sampai dengan
sekarang ini.Dan oleh karena itu, masa Abbasiyah ini dikenal dalam sejarah
sebagai masa Imam-Imam Mazhab dan pada masa ini pula disusun ilmu Ushul Fiqh
untuk menjadi pedoman bagi hakim dalam menggali hukum dari al-Qurâan dan
al-Sunnah. Sebenarnya perkembangan suatu hukum memiliki hubungan antara madzhab
fiqh dengan penguasa politik sangat erat. Artinya, bahwa kebutuhan penguasa
terhadap suatu bentuk sistem hukum negara yang berdasarkan syara’ cukup memacu
perkembangan hukum fiqh. Sebaliknya, suatu aturan atau pembatasan-pembatasan
yang dibuat oleh para mujtahid tidak serta merta dilaksanakan oleh mujtahid
lain sebelum ada tekanan atau pemberlakuan secara resmi oleh penguasa.
Oleh karena itu, sesunggguhnya perkembangan
suatu hukum tergantung kepada kebutuhan praktis masyarakat, yang dalam hal ini
terformulasi dalam bentuk pengusa. Apabila penguasa menghendaki suatu hukum
tertentu, maka jadilah. Begitu pula sebaliknya, bila penguasa bermaksud
menghapus suatu hukum tertentu, maka gugurlah hukum itu.
B.
Perkembangan
Peradilan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Keberadaan peradilan pada masa ini
sesungguhnya meneruskan tradisi dan kebijakan hukum yang telah dijalankan oleh
dinasti sebelumnya yakni masa kekuasaan Ummayah, seperti tetap dilestarikannya
badan hukum Nazar al-Mazali dan Lembaga Hisbah. Sebagaimana Umayah yang
melebarkan kekuasaannya ke berbagai penjuru kawasan, Abbasiyah juga memperluas
kekuasaannya dan sekaligus membentuk pemerintah daerah di berbagai tempat.
Pada zaman Khalifah Umar Bin Khattab,
kehakiman dibebaskan sama sekali dari kekuasaan politik, hal ini berlaku terus
sampai Daulah Ummaiyah, sekalipun
selama masa Bani Ummaiyah kekuasaan politik kadang-kadang juga mencampuru
urusan kehakiman.Dalam masa Dinasti Abbasiyah, kekuasaan politik telah
mencampuri urusan-urusan kehakiman,sehingga para hakim memutuskan perkara dibawah pengaruh
kekuasaan khalifah.Hal tersebut membuat para ulama’ menjauhi bahkan menolak
jabatan sebagai hakim yang menyebabkan terjadinya
kekacauan-kekacauan dalam bidang hukum karena tidak ada satu pedoman khusus
yang dapat dipedomani dalam memutuskan sebuah perkara. Hal ini mendorong
Abdullah bin Muqaffa’ (seorang Muslim Iran yang pernah menjadi sekretaris
negara, w. 756M ) menulis risalah yang disampaikan kepada Abu Ja’far
Al-Manshur, agar beliau menyusun satu peraturan umum yang berlaku untuk seluruh
daerah negerinya. Khalifah memenuhi permintaan ini dan memerintahkan Imam Malik
bin Anas untuk menyusun satu kitab pedoman dalam penetapan hukum bagi ummat
Islam.Perubahan lain yang terjadi yaitu para hakim tidak lagi berijtihad dalam
memutuskan perkara, tetapi mereka cukup berpedoman saja pada kitab-kitab mahzab
empat atau mahzab-mahzab lain, dengan demikian syarat hakim harus mujtahid
sudah ditiadakan.
Sehingga para hakim pada waktu itu
memutuskan perkara sesuai dengan mazhab-mazhab yang dianut para penguasa, atau
disesuakan oleh madzhab yang dianut masyarakat setempat. Di Iraq umpanya para
hakim memutuskan perkara dengan mazhab Abu Hanifah, di Syam dan Magribi para
hakim memutus perkara dengan mazhab Maliki, dan di Mesir para hakim memutus
perkara dengan Mazhab Syafi’i. Kemudian apabila yang berperkara tidak sesuai
dengan madzab hakim, maka perkara itu akan diserahkan kepada hakim lain yang
sesuai dengan madzab yang berperkara tersebut. Madzab yang empat inilah yang
mewarnai putusan pada masa itu.
Perubahan-perubahan lain yang lahir dalam
dunia peradilan pada masa Bani Abbasiyah ini antara lain :
- Dibentuknya
lembaga Qadly al-Qudat (Mahkamah Agung) yang merupakan instansi
tertinggi dalam peradilan.
Qadly al-Qudat adalah suatu lembaga pengadilan tertinggi (Mahkamah
Agung pada masa sekarang) pada masa Harun al-Rasyid yang berkedudukan di ibu
kota negara.Pejabat Qadly al-Qudat yang pertama ialah al-Qadhi Abu Yusuf Ya’qub
ibn Ibrahim, penyusun kitab Al-Kharraj, dan pejabat Qadly al-Qudat
yang lainnya adalah Muhammad Ibn Hasan al Syaibaniy.Qadly al-Qudat memiliki
tugas-tugas sebagai berikut :
a.
Mengangkat dan
memberhentikan hakim-hakim di daerah-daerah.
b.
Membimbing dan
mengawasi gerak-gerik dan tingkah laku para hakim.
c.
Memeriksa kembali
putusan yang telah diberikan oleh hakim-hakim daerah.
Perlu diingat bahwa pada masa akhir kekuasaan Abbasiyah jumlah
Qadly al-Qudat tidak hanya satu, melainkan lebih dari satu, hal ini
disebabkan munculnya beberapa pusat kekuasaan baru baik di Mesir (Dinasti
Fathimiyyah) di India (Dinasti Mughal) di Iran (Dinasti Safawiy) di Teluk
Balkan (Dinasti Ilkhan) sehingga di masing-masing tempat itu terdapat seorang
Qadli al-Qudhat yang memiliki otorita hukum untuk menangani perkara banding
yang diajukan kepadanya dalam batas wilayah negri tersebut. Bahkan pada masa
dinasti Mamluk di Mesir setiap mazhab memiliki seorang Qadly al-Qudat
yang wewenangnya hanya terbatas di kalangan pengikut mazhabnya saja.
- Pengaturan
tempat persidangan untuk Mahkamah
Persidangan-persidangan pengadilan pada waktu itu
dilaksanakan di suatu majelis yang luas, yang memenuhi syarat kesehatan dan
dibangun di tengah-tengah kota, dengan menentukan pula hari-hari yang
dipergunakan untuk persidangan memeriksa perkara. Para hakim tidak dibenarkan
memutuskan perkara di tempat-tempat yang lain. Dan dalam waktu yang sama
diadakan beberapa perbaikan, seperti menghimpun putusan-putusan secara teliti
dan sempurna.
- Luasnya
wewenang hakim
Perbedaan masa Abbasiyah dengan masa sebelumnya adalah ketika
masa Khulafa’ al-Rashidin dan masa Ummayah mereka memegang kekuasaan
Yudikatif dan ekskutif, maka pada masa ini khalifah tidak lagi terlibat dalam
urusan peradilan. Dalam artian khalifah tidak lagi mengurus dan memeriksa
perkara-perkara yang diajukan oleh umat Islam ke pengadilan. Setiap perkara
yang masuk ke pengadilan, maka para hakim yang ditunjuk oleh khalifah-lah yang
akan mengusut perkara tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa pada
saat itu khalifah Abbasiyah sedang giat-giatnya memikirkan persoalan politik,
baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga tidak memiliki kesempatan lagi
untuk membina peradilan secara langsung. Sehingga yang terjadi adalah khalifah
tidak lagi memiliki kemampuan ijtihad dan keahlian dalam hukum Islam
sebagaimana keahlian yang dimiliki oleh Khulafa’ al-Rashidin yang
disamping sebagai seorang khalifah juga seorang ahli hukum.
Pada awalnya dinasti Abbasiyah berusaha mengendalikan setiap
putusan yang dijatuhkan oleh peradilan, akan tetapi pada masa-masa berikutnya
karena berbagai faktor, campur tangan itu akhirnya ditinggalkan. Khalifah
akhirnya hanya membuat regulasi yang sifatnya umum dan formalitas belaka,
seperti pengangkatan hakim-hakim daerah yang setiap hakim itu pada akhirnya
memiliki otorita dan independenitas yang tinggi.
Perkembangan lain yaitu bahwa hak dan wewenang pengadilan
menjadi tambah luas sekali, tidak hanya soal-soal perdata, tetapi juga
menangani :
a.
Urusan Wakaf
b.
Urusan Kepolisian
c.
Masalah
penganiayaan (mazalim)
d.
Qishosh
e.
Hibah
f.
Pembuatan Mata Uang
g.
Mengurus Baitul Mal
(kas negara)
Salah seorang hakim yang terkemuka pada saat itu adalah Yahya
ibn Aktsam ash-Shafi yang diangkat oleh al-Makmun.
Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengatakan bahwa, kedudukan
peradilan selain untuk menyelesaikan perkara-perkara sengketa,juga memiliki
tugas lain,yaitu :
a.
Memelihara hak-hak
umum
b.
Memperhatikan
keadaan anak-anak yang dibawah umur
c.
Memperhatikan anak
yatim, orang-orang gila, orang failit dan sebagainya.
d.
Mengurus harta
wasiat (warisan)
e.
Wakaf
f.
Menjadi wali bagi wanita
yang tidak mempunyai wali
g.
Memperhatikan masalah
lalu-lintas dan pembangunan
h.
Memeriksa keadaan
saksi dll.
- Penyebaran
hakim di beberapa wilayah
Pada awalnya, di tiap-tiap daerah diangkat seorang hakim.
Sesudah pemerintahan Abbasiyah bertambah luas, maka di tiap-tiap wilayah
diangkat beberapa orang hakim yang mewakili mazhab-mazhab yang berkembang di
daerah tersebut. Maka di tiap-tiap daerah diangkatlah hakim dari Mazhab Hanafi,
Maliki, Shafi’i, dan Hanbali. Pada masa itu, di samping Lembaga Pengadilan,
dibenarkan pula adanya hakam-hakam (badan arbitrase) yang memutuskan perkara
antara orang-orang yang mau menyerahkan perkara-perkara kepadanya atas dasar
kerelaan kedua belah pihak.
Di samping itu ada lagi wilayah al-hisbah (kewenangan) dengan
hakimnya yang bergelar Al-Muhtashib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara
yang berhubungan dengan masalah umum dan wilayah
al-Madhalim (penyelewengan dan penganiayaan) yang dipisahkan dari
wilayah peradilan.Mahkamah Madhalim di ketuai oleh khalifah jika di
ibukota negara, dan oleh gubenur jika di ibukota wilayah, atau oleh Qadhil
Qudhah atau hakim-hakim lain yang mewakili khalifah atau gubenur. Para hakim
waktu mengadili memakai jubah dan surban hitam sebagai lambang dari daulah
Abbasiyah. Jubah dan surban hitam waktu itu khusus untuk para hakim.
Pemegang jabatan ini sendiri tidak mesti seorang hakim,
memang hakim lebih didahulukan karena pemahamannya terhadap masalah-masalah
yang berkaitan dengan hukum.Namun khalifah seringkali menunjuk pejabat lain
yang lebih berwibawa, amanah, dan mampu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat sehingga kebobrokan dalam tubuh negara bisa dihentikan. Karena itu pejabat
lembaga ini kadang kala adalah seorang menteri peperangan. Selain itu, tugas Nazar
al-Madhalim adalah :
a.
mengawasi penegakan
hukum yang dijalankan oleh khalifah/wali terhadap warga negara, pegawai
perpajakan/departemen tertentu, jika mereka menyalahgunakan wewenangnya.
b.
mengawasi terhadap
distribusi bantuan pemerintah terhadap orang miskin dari pengurangan,
keterlambatan atau mungkin tidak sampainya bantuan tersebut.
c.
membantu qadhi
melaksanakan keputusan-keputusan yang dibuat di pengadilan.
d.
mengawasi atau
menjaga keberlangsungan praktik-praktik ibadah dan akhirnya mengembalikan
barang hasil curian pada orang yang berhak.
C.
Hancurnya Tatanan
Peradilan Pada Masa Abbasiyah
Di akhir-akhir masa daulat Bani
abbasiyah,perkembangan peradilan pada masa ini mengalami kemerosotan.Pemicu
hancurnya tatanan peradilan pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain sebagai
berikut :
1.
Keadaan pemerintahan yang sudah
rusak.
2.
Karena pengangkatan hakim sudah
harus membayar sejumlah uang kepada Negara.
3.
Wilayah kekuasaan Abbasiyah semakin
surut.
4.
Hak dan wewenang pengadilan juga
semakin surut.
Dengan lemahnya pemerintahan, maka lemah
pula kekuasaan hakim dan berangsur-angsur surut daerah hukum yang menjadi
wewenang hakim. Terus-menerus keadaan ini berangsur-angsur surut, hingga
merosot sampai pada hanya menyelesaikan soal-soal sengketa dan soal-soal ahwal
al-shahshiyah (hukum keluarga) saja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam periode pemerintahan Bani
Abbasiyah,
mengalami kemajuan hamper disemua sector kehidupan,terutama kemajuan bidang ilmu
pengetahuan dari perkembangan ilmu hukum sampai perkembangan bidang
peradilan.Kemajuan
dalam hukum islam diantaranya digalakkannya penerjemahan buku-buku
asing,berdirinya sekolah,dan salah satu karya terbesar adalah berdirinya Baitul
Hikmah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar,dan yang terpenting adalah berkembangnya
empat madzhab,Hanafi,Maliki,Syafi’I dan Hanbali yang menjadi sumber putusan
hakim mulai dari masa tersebut sampai sekarang ini.
Selain itu dalam bidang peradilan juga mengalami perkembanga,hal tersebut
dapat dilihat dengan berkembangnya kreasi-kreasi baru dalam bidang peradilan,
diantaranya adalah pengangkatan Qadhil qudhah, terdapatnya wilayatul
madhalim, wilayatul hisbat, dan penggunaan pakaian dalam persidangan.
Pengangkatan hakim yang pada mulanya
hanya satu orang pada tiap satu daerah dari pengikut mazhab mayoritas di negeri
itu, namun seiring dengan berkembangnya wilayah, dinamika masyarakat bertambah,
maka hakim pun
diangkat beberapa orang dalam setiap wilayah yang terdiri dari berbagai mazhab
yang dianut oleh masyarakat setempat.
Akibat perhatiannya yang begitu besar
tehadap peradilan dan hakim-hakimnya, pemerintah Abbasiyah sering
mengintervensi keputusan-keputsan peradilan, akibatnya banyak para ulama yang
mempunyai kompetensi ini, menolak menjadi hakim.Adanya sikap toleransi hakim
terhadap masyarakat dalam bidang mazhab, sehingga apabila yang berperkara tidak
semazhab dengan hakim tersebut, maka dia menyerahkannya kepada hakim lain yang
semazhab dengan pihak yang berperkara.
Beberapa hal yang menjadi pemicu hancurnya
tatanan peradilan masa Abbasiyah yaitu :
- Keadaan
pemerintahan yang sudah rusak.
- Karena
pengangkatan hakim sudah harus membayar sejumlah uang kepada Negara.
- Wilayah
kekuasaan Abbasiyah semakin surut.
- Hak dan
wewenang pengadilan juga semakin surut.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.DR.Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy.1997.Peradilan dan Hukum Acara Islam.Semarang:PT.PUSTAKA RIZKI
PUTRA.
Drs.Tasirun Sulaiman.2006.Sejarah
Kebudayaan Islam.Depok:Arya Duta.
Akh.
Syaiful Rijal.Sejarah Peradilan Masa Bani Abbasiyah. http://akhsyaifulrijal.wordpress.com/2011/04/02/sejarah-peradilan-masa-bani-abbasiyah/.06
Oktober 2012.
Drs.H.Ahmad Supardi Hasibuan, MA.Peradilan Pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah.
http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=10120.06
Oktober 2012.
Alleicya.Perkembangan
Hukum dan Peradilan Pada Masa Dinasti Abbasiyah.http://alleicya.blogspot.com/2010/12/perkembangan-hukum-dan-peradilan-pada.html.06
Oktober 2012.
Ikhsanudin.Sejarah Perkembangan Hukum Islam.: http://ikhsanu.blogspot.com/2009/09/sejarah-perkembangan-hukum-islam.html.16
Oktober 2012.
Khoirul Asfiyak.Sejarah Peradilan
Islam Pada Masa Daulat Bani Abbasiyah. http://fai-unisma-malang.blogspot.com/2009/01/sejarah-peradilan-islam-pada-masa.html.20
Oktober 2012.
Sutrisno, S.Ag.Perkembangan Hukum
Islam Dan Pengadilan Pada Masa Dinasti Bani Ababasiah. http://candiazblog.blogspot.com/2012/10/perkembangan-hukum-islam-dan-pengadilan.html.17
November 2012.
Komentar
Posting Komentar